Tuesday, March 22, 2005

Innovation & Activation as a Strategy for Brand Leadership

What is Brand?

Brand bukanlah logo dan brand bukanlah produk. Apa yang membedakan produk dan brand? Produk diciptakan di pabrik, sedang brand diciptakan di benak manusia. Ketika kita menyebut pasta gigi, Pepsodent dan Close Up adalah brand yang teringat, ketika kita menyebut ayam goreng, KFClah top of mind-nya.

Jadi brand adalah gut feeling kita tentang suatu produk, bukan apa yang yang ingin diungkapkan oleh si pemilik brand, tetapi persepsi dari konsumen tentang brand.

Benak manusia hanya mampu mengingat 2 - 3 brand di setiap kategorinya. Oleh karena itu beragam cara untuk membuat brand menjadi stand-out. Cara paling mudah adalah dengan membuat brand untuk harga murah, contoh, Attack menyerang Rinso, Avanza diposisikan menduduki pangsa mobil murah menggantikan Kijang yang naik kelas.

Metode lain adalah dengan memperkecil kategori, jika Pepsodent adalah brand untuk pasta gigi keluarga, maka ada Close Up untuk pasta gigi remaja. Jika ada KFC untuk ayam goreng, maka ada Suharti, Fatmawati dan Pemuda untuk ayam goreng lokal.

Menciptakan kategori baru juga merupakan salah satu solusi, seperti halnya Irex untuk pria sejati dan Extra Joss untuk penambah tenaga, padahal perbedaannya hanyalah tingkat konsentratnya. Salah satu brand yang cukup piawai membius adalah Pocari Sweat – pengganti ion tubuh. Masih ingat minuman yang rasanya asin manis…? Ya benar, oralit tepatnya! Pocari Sweat adalah oralit dengan tambahan ‘gas’. Nah sekarang silakan nikmati minuman ini setelah Anda tahu.

That’s the power of brand!


Diferensiasi

Salah satu metode paling kuat untuk menciptakan brand adalah diferensiasi, silakan dibaca sebagai ‘Apa sih bedanya?’ Diferensiasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, baik dari produk, bentuk, layanan dan distribusi. Masih banyak hal lain yang bisa dideferensiasi seperti halnya packaging, iklan, dll.

Dari segudang obat batuk, yang satu untuk batuk kering, yang lain batuk berdahak, ada pula obat batuk yang tidak bikin ngantuk. Jika ada biangnya, buat apa pilih botolnya, menandakan diferensiasi dari sisi ‘bentuk produknya’. Banyak produk jamu yang saat ini perlu mengalami perubahan bentuk karena tuntutan zaman, misalnya jamu dalam bentuk kaplet, atau cairan. Masih ingat Komix yang menggunakan sachet ketimbang botol? Saat saya tanya ke konseptor Komix dan Extra Joss kenapa punya ide brilyan memilih sachet, jawabannya adalah ‘Karena kita nggak punya mesin botol!’

Jika Anda harus datang ke Pizza Hut untuk makan, Domino Pizza menggaransi 15 menit pizza terkirim ke rumah, ini adalah contoh diferensiasi distribusi. Studi kasus paling sukses mungkin adalah becak dari Walls, di mana kita nggak perlu mencari toko ice cream, tetapi ice cream akan datang ke rumah Anda.

Ketika saya datang ke Hard Rocks di eX – Plaza Indonesia, si pelayan begitu sok coolnya berjongkok dengan dagu nempel di meja sambil bersiul-siul nunggu kita mesen. Wow, that’s diferensiasi dari sisi layanan, begitu menyebalkan buat saya, tapi mungkin pas buat pasar orang-orang sok cool di seluruh Jakarta! Buktinya rame tuh!

Siklus Produk

Ketika produk mulai diperkenalkan, orang selalu bertanya ‘Apa itu?’ berikutnya adalah ‘Bisa ngapain tuh?’, dilanjutkan dengan ‘Gue demen nggak tuh?’ yang terakhir adalah ‘Gue musti punya, it’s so damn cool!’.

Ketika produk baru diperkenalkan, semua orang bertanya buat apa sih, di sini kita mengkomunikasikan ‘What it is!’ Dengan What it does’ kita memperkenalkan fungsi dan keuntungan produk, misalnya Blue Band memberikan resep2 bagaimana membuat berbagai menu menggunakan margarin, Aqua menganjurkan minum 3 liter sehari, prinsipnya adalah increase usage. Perlu diingat, mandi, cuci rambut dan sikat gigi setiap hari adalah konsep yang diperkenalkan oleh consumer product seperti P&G di abad 20. Seabad lalu, kita melakukan hal ini mungkin seminggu sekali.

Ketika produk menjadi komoditi, kita mulai memilih berdasarkan perasaan, muncullah Pepsi ‘the next generation’ minuman untuk generasi muda yang mudah diidentifikasi dengan musik sebagai tanda zaman. Coca Cola yang kehilangan banyak pasar membalas dengan ‘the real thing’, ini baru yang aslinya, bukan ikut-ikutan!

Siklus berikutnya adalah ketika brand telah menjadi identitas. Bos-bos berkeliling menggunakan Harley Davidson untuk mengidentifikasi ‘big boys toys’. Hanya yang benar-benar desainer yang menggunakan Apple. Jika Mercedes identik dengan ‘bos gedhe’ maka BMW sebagai ‘mainan eksekutif muda sukses’. Di sini brand mengajak untuk Join the Club. Kampanye A Mild yang aneh dan nggak nyambung banget itu karena mencoba untuk masuk ke posisi ini.

Kondisi pasar dan segmentasi akan menentukan strategi yang kita gunakan.

Innovation

source: Crossing the Chasm – Geoffrey Moore

Dari sekian banyak inovasi di dunia, hanya sedikit yang mampu bertahan hidup dan muncul sebagai produk konsumen. Inovasi produk diikuti oleh para innovator dan early adopter, mereka yang ‘mau memahami teknologi’. Tetapi para early dan late majority selalu akan menunggu hingga ‘teknologi yang mengerti Anda’. Laggards adalah mereka yang ngotot tidak mau mengikuti teknologi.

Produk berada pada siklus early dan late majority ketika kita tidak perlu menjelaskan apa itu produk, contoh: handphone dan Internet sekarang berada pada siklus ini. Tetapi database Oracle dan SAP akan tetap untuk para innovator dan early adopter karena mereka hidup dari niche market.

Ketika berada di siklus innovator dan early adopter, product leadership selalu bisa dijual dengan harga premium karena itu adalah nature dari market ini seperti halnya komputer SGI. Market ini selalu membutuhkan solution provider karena merekalah yang akan menggabungkan berbagai teknologi untuk menjadi solusi siap pakai.

Intel adalah contoh perusahaan yang mampu melakukan innovation terus menerus. Innovation tidak berarti teknologi harus kompatibel dengan masa lalu, seperti halnya teknologi AMPS, GSM dan CDMA pada handphone, atau Wordstar dan Miscrosoft Word untuk software pengolah kata. DuPont yang terkenal dengan Lycra (bahan stretch), Teflon dan CFC (chloro fluoro carbon, bahan AC) merupakan contoh perusahaan kimia yang selalu muncul dengan innovation dan ketika produk mulai menjadi komoditi, mereka akan menjualnya karena profit terlalu kecil.


Activation

Ketika produk masuk ke pasar mainstream, maka harga harus relatif murah, sangat mudah digunakan dan ditandai dengan servis atau distribusi yang baik. Di seluruh rangkaian siklus adopsi ini, ketiga faktor, produk, servis dan distribusi harus dipilih dua dari tiga.

Innovation pada siklus ini terjadi untuk membuat produk lebih mudah atau lebih murah. Sedang activation kita lakukan untuk brand agar dikenal masyarakat. Agar menjadikan Biore pore pack relevan dengan masyarkat, activation dilakukan dengan menggunakannya as a fashion statement di eX, semua orang yang masuk ditempelin biore di hidungnya. Activation Panther dilakukan dengan lomba irit, Lux dengan fashion show, rokok dengan konser musik. Pertanyaannya adalah ‘Does it always work?’

Activation ditujukan untuk membangun brand awareness, membuat terjadinya product trial dan menjalin relationship dengan customer dan distributor. Semua events, sampling, dll, hanyalah alat. Orang akan bosan dengan metode yang sama dilakukan berulang-ulang. Jadi yang harus disusun adalah core value dari brand dan mencari metode yang selalu segar di dalam kampanye komunikasi.

Dengan fragmentasi media dewasa ini, activation tidak bisa memisahkan above atau below the line communication, tetapi bagaimana menciptakan total campaign yang mengkombinasikan berbagai media dengan model 360ยบ communication. Media bisa broadcast seperti televisi, koran, majalah, radio, bisa juga sponsorship pada acara musik, fashion, dll, bahkan acara public relation yang menghadirkan publisitas tinggi seperti memecahkan rekor dunia. Dengan konsep media neutral campaign, media bisa sangat kreatif, seperti happening art jamur berlari-larian di seputar Hotel Indonesia untuk kampanye Daktarin atau stiker promosi Snapple – minuman segar rasa buah di Amrik yang ditempel pada buah segar beneran. Sebagian orang menyebutnya dengan ambience media.


Brand Steward

Banyak model hubungan kerja antara pemilik brand dan agensi. Pemilik brand bisa menyerahkannya kepada perusahaan Integrated Marketing Communication, di mana agensi ini bisa memiliki seluruh tim secara inhouse atau mereka menjadi organizer dari agensi khusus lain yang menangani masing-masing elemen komunikasi.

Alternatif berikutnya adalah perusahaan memiliki brand steward yang mengorganisasikan seluruh elemen ini, bisa sebagai posisi brand manager, marketing manager/director atau dipegang oleh CEO langsung.

Analogi terbaik posisi brand steward adalah ibarat seorang sutradara film dan konduktor musik, mampu menggabungkan berbagai elemen untuk menghasilkan satu kesatuan komunikasi yang harmonis.


Consumer Insight

Dengan memahami consumer insight, Sampoerna Ijo menerjemahkan ‘mangan nggak mangan asal ngumpul’ menjadi kampanye yang berhasil. Tetapi adaptasi ‘kalo nggak ada lu nggak rame’ malah bergeser dari consumer insight yang sebenarnya.

Kampanye ‘Pria punya selera’ yang lebih ke pria pernah digeser ke selera dengan iklan yang menunjukkan ke selera masa kini, menjemput cewek pake pesawat, bermain basket tanpa melihat, dll. Mungkin ini too smart untuk target marketnya sehingga kini kembali ke kampanye semula.


Brand Leadership

Agar brand menjadi tetap relevan, brand perlu mengambil sikap leadership. Mereka tidak bertanya dan menunggu permintaan dari pelanggan, tetapi brand menunjukkan apa yang konsumen mau. Sony dengan walkman, Apple dengan iPod, merupakan contoh konkrit hal ini. Lux melakukan kesalahan dengan meminta publik untuk mengatakan siapa yang pantas menjadi Bintang Lux. Lux sebagai brand leader kini menunjukkan leadershipnya dengan memilih dan menunjuk seseorang menjadi Bintang.

Brand leaders don’t ask people what they want, but they tell them what people want!


Further Study:
Brand Gap – Marty Neumeier
Crossing the Chasm – Geoffrey Moore
Differentiate or Die – Jack Trout
Eveolution – Faith Popcorn