JAKARTA : Pernahkah anda men-dowload gambar lucu dari operator telepon genggam? Atau mengganti wallpaper telepon genggam atau komputer agar sesuai dengan tren saat ini? Sayangnya, buah karya kalangan yang bergerak di bidang industri kreatif tersebut belum mampu menyentuh pangsa pasar Indonesia yang sangat besar.
“Indonesia menempati urutan keempat di dunia dalam jumlah penduduk. Namun, pangsa pasar yang luas ini tidak tersentuh industri kreatif di dalam negeri, karena terganjal berbagai kendala,” ujar Andi S, Boediman, konsultan sekaligus wakil dari kalangan industri kreatif di sela-sela acara Ritech Expo Promotion ‘Industry Creative in Act’ di Jakarta, Rabu (27/6).
Kendala yang dihadapi, lanjut Andi, diantaranya masalah jaringan distribusi produk (industri film), serta sistem pembayaran (industri telekomunikasi). “Adanya monopoli, atau sistem pembayaran yang tidak sesuai dengan tarif sebenarnya, menghambat perusahaan produksi termasuk industri kreatif di dalamnya,” ujarnya.
Disisi lain, tidak adanya dukungan kuat dari pemerintah terhadap perkembangan industri kreatif. Hal ini, lanjut dia, dikarenakan pemerintah tidak menilai industri kreatif sebagai suatu potensi bisnis yang mampu mendatangkan pemasukan negara dalam jumlah besar. Berbeda dengan negara lain, pemerintahnya memberikan dukungan bagi perkembangan industri kreatif. “Contohnya Jepang, 60% media dikuasai komik dan animasi. Sedangkan, animasi di India diprediksikan 2030 menguasai dunia. Sedangkan di Indonesia hingga kini bahkan belum ada data mengenai industri kreatif,” ujarnya.
Perusahaan kreatif di dalam negeri, saat ini masuk dalam bagian dari perusahaan besar yang bergerak dalam bidang, penerbitan, pengepakan, dan promosi. ‘’Namun, bidang telekomunikasi khususnya mobile tengah dilirik kalangan perusahaan kreatif karena memiliki potensi besar untuk berkembang. Infrastrukturnya sudah lengkap. Tinggal membenahi sistem pembayarannya. Juga makanan dan kerajinan Indonesia,’’ ujarnya. (Lea)