Bisa dibilang Imelda Gunawan adalah cewek paling berbahagia pada malam itu. Mengapa begitu? Karena ialah pemenang Best Female Web Designer Awards (kategori People’s Choice Awards) dalam ajang BuBu Awards 2002 yang digelar di Fashion Cafe, Wisma 46 BNI City, Jakarta pada 3 Juli 2002. Apalagi baru tahun ini kategori khusus wanita tersebut diadakan dalam ajang yang diselenggarakan oleh BuBu Internet itu. Apalagi dia juga menang di kategori Individual bagian Flash. Kali ini, cewek memang berjaya.
Daftar Pemenang
Tetap dalam kategori yang sama, di bagian HTML dan Flash yang keluar sebagai pemenang adalah Ervanevian dan Hariara Samosir Gultom. Di luar People’s Choice Awards, masih ada kategori Corporate dan Individual. Dari kategori Corporate muncul nama-nama seperti Coca Cola Amatil Indonesia (Commercial), Bhinneka Mentari Dimensi (E-commerce), KPDE & KOM Denpasar (Government), Universitas Bina Nusantara (Education), dan PT Cakrawala Dunia Pariwisata Indonesia (News & Entertainment). Asal tahu saja, hampir semua nama yang muncul dikategori ini, juga menang di People’s Choice kategori Corporate, kecuali Coca Cola Amatil Indonesia yang kalah suara dengan MenaraVisi.
Sementara di kategori Individual ada Asoka Octavianus, Achmad Bagus Putra Laksono, dan Yuni Cahya untuk bagian HTML dan pada bagian Flash keluar nama Satya Gumilang, Imelda Gunawan ,dan Nurjaya Suyono. Khusus buat keenam orang ini, selain menerima piala, sertifikat, dan paket dari sponsor seperti yang diperoleh pemenang di kategori lain, juga memperoleh uang yang berkisar 3–5 juta rupiah. Daftar lengkap pemenang bisa juga dilihat di www.bubuawards.com/2002/mei2002.html.
Mengenai kualitas hasil karya peserta tahun ini yang mencapai lebih dari 600 situs web, “Secara umum yang saya lihat cukup bagus. Tetapi karena saya tidak melihat seluruh karya, dibagi-bagi ke beberapa juri, maka tentu tidak bisa mewakili secara keseluruhan. Dari finalis yang masuk, cukup banyak ‘nuansa lokal’ berkesempatan masuk ke final. Mungkin ini berkenaan dengan kemungkinan eksplorasi situs yang unik, khususnya di kategori Individual,” komentar Andi S. Boediman, salah satu juri untuk kategori Individual di babak semifinal dan final.
Acara
BuBu Awards digembar-gemborkan sebagai ajang kompetisi desain web paling bergengsi di Indonesia. Barangkali karena memang praktis tak ada ajang lain serupa di tanah air. Tapi andai ada pun, keseriusan BuBu dalam menggelar acara ini pun cukup patut diacungi jempol. Mulai dari mencari sponsor ke sana kemari, mengundang banyak juri lokal maupun asing, sampai menggunakan jasa kantor akuntan publik paling ternama di Indonesia, Prasetyo Utomo, untuk mengaudit hasil penjurian. Dan terakhir, mengadakan acara puncak di Fashion Cafe, Jakarta.
Tapi sayang, acara yang diberi titel Awarding Ceremony Night Bubu Awards 2002 jauh dari kesan bergengsi. Sejak awal sudah terlihat banyak kekurangan dan ketidaksiapan panitianya. Pertama-tama, sama seperti semua acara lain yang diadakan orang Indonesia, jadwalnya molor—dari jam 18.00 menjadi 19.30 WIB. Banyak pula yang kecewa karena tidak kebagian makan atau salah tempat duduk. Bahkan ketika pengumuman pemenang, pembawa acara sering keliru dalam membacakan nama-nama pemenang.
Jalan acaranya sendiri, yang dibuka oleh Menteri Negara Urusan Komunikasi dan Informasi H. Syamsul Mu’arif, berlangsung cukup meriah. Terlihat sekitar 300 orang yang berasal dari berbagai kota memadati ruangan kafe waralaba tersebut. Alunan sejumlah tembang dari Faster Acapella dan Shelomita menyemarakkan suasana.
“Soal makanan, kami tidak menyangka yang datang sedemikian banyak begitu. Lagipula seharusnya makanan hanya tersedia sampai sekitar jam 19.30 karena kita mau konsen ke show. Mungkin yang kehabisan itu datangnya terlambat,” jelas Shinta W. Dhanuwardoyo, CEO BuBu Internet, ketika dihubungi mwmag setelah acara.
Adapun soal salah baca, “Kesalahan baca itu karena kayaknya halamannya tertukar or something. Well, nobody is perfect. They tried their best though,” dalih Shinta yang mengaku BuBu diuntungkan dengan adanya acara itu karena terimbas promosi.
Masih ada hal lain yang menjadi sorotan. “Tempat yang bersifat informal seperti itu—di mana orang-orang bisa jalan-jalan, ngobrol, browsing, dan makan—membuat perhatian tidak terfokus pada pengumuman. Tidak muncul feeling siapa yang bakal menang. Situs web pemenang yang sedang diumumkan juga tidak dimunculkan di proyektor, hanya bergantung pada MC yang membacakannya satu-satu,” ujar Andi mencoba menganalisa penyelenggaraan kompetisi desain web yang tahun ini mengusung tema “Web, The Next Generation Media” tersebut.
Penjurian
Sebagai salah satu juri, Andi juga menilai dari sisi parameter penilaian masih ada kerancuan. “Antara Page Layout dan Graphic Design masih agak rancu. Di bagian Flash juga begitu. Khususnya soal unsur Interactivity, Storytelling, dan Cinematic Experience. Termasuk juga Flash yang masuk ke Motion Graphic dan Game. Semua itu mungkin perlu mendapat pemikiran serius. Di samping itu, breakdown mengenai masing-masing parameter juga perlu dilakukan sehingga standardisasi penilaian lebih konsisten, misalnya dari sisi Usability apa aja yang dinilai (interface, button, waktu download, navigasi, dan lain-lain),” kata pemilik Digital Studio itu ketika dimintai komentarnya via email.
Meskipun demikian, “Melihat dari sisi skala, BuBu sudah cukup baik dan bisa menarik cukup banyak peserta. Dan pengaruhnya untuk kemajuan dunia web desain lokal, saya kira sangat positif. Karena tanpa usaha penghargaan lokal, bagaimana kita bisa dikenal dan mengetahui perkembangan kita dari tahun ke tahun,” puji Andi.
Bicara soal juri, untuk tahun ini cukup banyak yang berasal dari luar negeri. Kalau tahun lalu hanya tiga orang, maka kali ini meningkat jauh jadi 13 orang. Di antaranya Manuel Clement (Perancis), Dave Kochanski (AS), Lynda Weinman (AS), Ferry Halim (AS), Daljit Singh (Inggris), Thomas Roope (Inggris), Rey Buzon (Philipina), dan Irving Artemas (Australia). Sementara dari Indonesia, di samping Andi, masih ada Park Hee Yong (Boleh.net), Abdul Rahman (Agrakom), David Burke (M-Web), Tunjung Saksono (HardRockFM), James Hollington (British Council), dan KRMT Roy Suryo (pengamat TI). Total semuanya, termasuk juri di babak perempat final, berjumlah 66 orang.
“Jurinya kami ambil juga dari luar negeri agar orang-orang luar tahu bahwa kerjaan orang Indonesia juga bagus-bagus,” kata Shinta yang sempat kelimpungan cari sponsor untuk acara tahunan itu. “Wah, mencari sponsor untuk acara TI saat ini nightmare deh. Mungkin juga karena para calon sponsor masih tidak faham mengenai desain web. Tapi untunglah akhirnya tim kami bisa juga.”
Karena juri yang ditunjuk berasal dari berbagai kota dan negara, maka sistem penjuriannya dilakukan secara remote. Setiap juri diberi password untuk masuk ke situs Content Management System. Setelah mengakses URL dari peserta yang harus dievaluasi, para juri tinggal memilih nilai untuk masing-masing parameter penilaian. Misalnya: Content, Graphic Design, Page Layout, Function dan Overall Feel dengan skala masing-masing dari 1 sampai 10. Untuk memastikan bahwa hasil dari penjurian adalah sah dan benar, pihak penyelenggara menggaet Ernst & Young, Prasetio, Sarwoko, Utomo & Sanjaya sebagai tim tabulator resmi.
Yang menarik, ternyata untuk ikut menilai hasil karya peserta, puluhan juri tadi itu rela tidak mendapat honor alias gratis! Ada apa gerangan?
“Semua jurinya koneksi dan teman saya. Kita biasa bergaullah… he he he. Sekarang ini buat apa bersaing. Lebih enak yang namanya strategic alliance,” ujar bos BuBu itu dengan girang. Kita catat omonganmu lho, Shin! Siapa tahu kapan-kapan butuh (kedip).
Oh ya, hampir lupa. Kepada semua pemenang, selamat ya! Dan kepada BuBu, congrats juga karena acaranya cukup sukses. Bubu Awards 2002 diikuti oleh 177 peserta korporat dan 456 peserta individual. Ini merupakan peningkatan yang cukup berarti dari penyelenggaraan pertama tahun sebelumnya, di mana pesertanya hanya sekitar 350-an peserta individual. Corporate dan Best Female merupakan dua kategori baru yang pada tahun lalu belum dipertandingkan. Tahun depan Bubu malah berencana naik ke tingkat Asia Tenggara. Best of luck! (Nugrahatama, ben)
No comments:
Post a Comment