Friday, September 26, 2008

Ekosistem Industri Kreatif di Indonesia

Oleh: Andi S. Boediman
Strategic Innovation Consultant,
Creative Industry Evangelist
www.ideonomics.com

Dimuat di QBHeadlines

Mungkin belum banyak orang yang paham tentang industri kreatif. Mungkin juga banyak yang mengira industri kreatif sebagai sesuatu yang baru, padahal nyatanya tidak begitu. Kreatif industri sudah ada sejak jaman dahulu. Bahkan, UK Government Department of Culture pernah menyebutkan, kegiatan apapun yang dilakukan oleh seseorang, dengan mengandalkan kreativitas, keahlian, dan bakatnya; yang memiliki potensi ekonomi dan mampu menciptakan peluang kerja bagi banyak orang, dapat dikatakan sebagai industri kreatif.

Inggris kehilangan industri manufakturnya karena outsourcing dan offshoring. Tenaga kerja murah menggantikan produksi di negara-negara maju menjadi tidak feasible. Industri kreatif sebagai industri terbesar kedua di Inggris setelah finansial ternyata mampu memberikan kontribusi value added yang luar biasa.

Menurut definisi Inggris, industri kreatif dapat dikelompokkan menjadi beberapa subsektor—periklanan, arsitektur, ketrampilan dan desain furnitur, fashion clothing, produksi film dan video, desain grafis, aplikasi komputer dan games, musik live maupun rekaman, hiburan dan seni panggung, televisi, radio, dan internet broadcasting; seni visual dan barang antik, serta industri surat kabar dan penerbitan.


Sesuai dengan definisinya, kreatif industri sangat mengandalkan kreativitas, keahlian, dan bakat seseorang. Artinya, sumber daya manusia menjadi hal terpenting untuk menciptakannya. Mengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk yang sangat besar, bisa dikatakan industri kreatif sangat cocok untuk dikembangkan di negeri kita ini.


Pasar Industri Kreatif

Perkembangan teknologi telekomunikasi mendorong peningkatan jumlah penggunaan handset. Hal itu pun mempengaruhi industri mobile secara global. Vendor telekomunikasi asal Finlandia, Nokia, melaporkan bahwa di tahun 2008, industri mobile telah berkembang senilai 625 miliar dolar AS. Dari semuanya, tercatat bahwa jumlah penggunaan layanan data meningkat sebanyak 30%, sedangkan penggunaan layanan suara dan telefoni meningkat hingga 5%. Ini berarti, industri konten berpotensi untuk tumbuh dengan pesat.

Di Jepang, industri konten menjadi industri populer yang berpotensi besar untuk menjadi industri utama—bahkan lebih besar ketimbang industri manufaktur. Fakta tersebut dirilis dalam laporan yang dibuat oleh Divisi Industri Media dan Konten, Biro Kebijakan Perdagangan dan Informasi; Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri, Jepang.

Sebanyak 60% bisnis media di Jepang memroduksi manga dan anime. Bahkan, produksi manga mencapai tiga kali lipat produksi kertas toilet. Manga (komik Jepang) dan anime (film kartun Jepang) telah menjadi tren global—bukan hanya populer di negaranya.

Sekarang, kita beralih ke Korea. Pemerintah Negeri Ginseng itu merencanakan untuk menjadikan konten digital sebagai mesin pengembang industri TI broadband di sana. Divisi Industri Pengetahuan dan Sosial, Kementerian Informasi dan Komunikasi, Korea, berharap untuk meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonominya sebesar 40% dari industri game, animasi, serta konten mobile, e-learning, dan televisi digital. Saat ini, industri game memberikan sumbangan ekonomi terbesar di Korea, yakni senilai 1 miliar dolar. Model distribusinya dilakukan secara online, dengan karakteristik berdasarkan lisensi dan franchise.

Bagaimana dengan Singapura? Negeri Singa tersebut menargetkan untuk meningkatkan pendapatan domestik brutonya (PDB) dari industri kreatif, yakni dari 3% menjadi 7% di tahun 2012. Target ini akan dikejar dengan mengembangkan projek Media 21, DesignSingapore, dan Renaissance City.


Lalu, bagaimana perkembangan industri kreatif di Tanah Air? Di Indonesia, industri kreatif dapat dikelompokkan menjadi empat kelas besar—konten kreatif yang terdiri dari film, musik, iklan, konten mobile, dan karya sastra; produk kreatif yang terdiri dari fesyen, barang kerajinan, seni visual (lukisan dan foto), museum dan galeri, seni arsitektur, penerbitan, kuliner, dan desain grafis; pertunjukan kreatif seperti pertunjukan seni, tari, dan musik; serta sains kreatif yang terdiri dari game interaktif, technotainment, dan bisnis internet.

Menurut laporan yang dirilis oleh Departemen Perdagangan, industri kreatif dalam negeri menduduki peringkat ke-9 dari 10 lapangan usaha utama yang didefinisikan oleh Biro Pusat Statistik. Laporan tersebut disusun berdasarkan kontribusi PDB sektoral atas dasar harga konstan tahun 2000, untuk periode 2002-2006. Rata-rata, nilai kontribusi industri kreatif pada tahun 2002-2006 adalah Rp79,08 triliun, atau sebesar 4,74% dari total nilai PDB nasional. Kontribusi PDB terbesar adalah pada tahun 2006, yakni sebesar Rp86,914 triliun atau 4,71% dari total PDB nasional.

Pendidikan dan Penghargaan

Kita dapat mengukur tingkat kompetisi ekonomi suatu negara berdasarkan tiga faktor yang sering disingkat 3T, singkatan dari Technology, Talent, dan Tolerance. Istilah 3T itu digagas oleh Richard Florida dalam bukunya yang berjudul The Rise of the Creative Class. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mendapatkan 3T itu.

Ada beberapa momen bersejarah yang dipercaya mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan, termasuk di antaranya adalah revolusi industri (1760-1830), perang sipil (1776-1782), dan revolusi Prancis (1789). Sejarah tersebut juga mempengaruhi kebutuhan pendidikan, mendorong peningkatan kreativitas sumber daya manusia dan terciptanya industri kreatif.

Terjadinya revolusi TI pertama di akhir 1900-an—ditandai dengan lahirnya PC, multimedia, dan internet—mendorong terciptanya berbagai layanan dan aplikasi, juga pengembangan ekonomi. Revolusi TI ke-2 kemudian terjadi di awal 2000-an, ditandai dengan meningkatnya teknologi mobile dan kebutuhan akan konten yang bagus. Di sini, inovasi secara terus-menerus menjadi hal yang dituntut dari tiap orang.

Pada akhirnya, untuk terus menumbuhkan kreativitas, pendidikan kreatif juga harus diciptakan. Itulah yang mendorong lahirnya sistem taman edukasi dan pendidikan virtual yang menyenangkan. Di Thailand, konsep taman edukasi telah diaplikasikan dalam Thai Knowledge Park yang dibangun dalam sebuah pusat perbelanjaan. Anak-anak dan kaum remaja dapat datang berkunjung ke sana untuk belajar sambil bermain, dan bahkan berbelanja. Tujuan dikembangkannya taman edukasi seperti ini adalah untuk mendorong siswa berpikir lebih kreatif.

Selain pendidikan, penghargaan juga perlu diberikan bagi para pengusaha kreatif dan berbakat—untuk mendorong mereka terus berkreasi dan menumbuhkan industri kreatif. Salah satu bentuk penghargaan yang sudah ada adalah International Young Designer of The Year (IYDEY).

Selain digelar untuk merayakan bakat orang-orang kreatif, ajang penyerahan penghargaan IYDEY juga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat jaringan dan “mempertajam” keahlian para pekerja kreatif. Pada akhirnya, ini dapat mendorong pertumbuhan industri desain internasional.

Tantangan

Industri kreatif, termasuk yang di dalam negeri, utamanya dilakoni oleh orang-orang muda kreatif. Mereka kerap menghadapi tantangan, terutama pada saat-saat awal mendirikan usahanya. Masalah modal biasanya dihadapi oleh para pengusaha kecil pemula. Untuk itu, mereka dapat mencari angel investor, istilah bagi para pengusaha yang telah sukses yang biasanya tertarik untuk membiayai industri (kreatif) baru meski risikonya besar.

Selain angel investor, para pengusaha kecil juga dapat melirik pinjaman lunak dari bank pemerintah. Bank-bank ini biasanya memiliki dana untuk menyalurkan kredit wirausaha untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM).

Pada intinya, untuk mengembangkan industri kreatif dalam negeri, Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara tetangga sebagai mediatornya. Contohnya Singapura dan Malaysia. Lagi pula, untuk dapat menjadi bagian dari industri global, bukankah kita harus menjadi tuan di pasar sendiri (dalam negeri dan Asia) terlebih dulu?

*Artikel diolah oleh Restituta Ajeng A. dari materi presentasi Creative Industry Ecosystem in Indonesia, Andi S. Boediman.

2 comments:

  1. Anonymous12:36 PM

    emang kalo dipikir-pikir industri Indonesia masih kalahlah dibandingkan negara lain...

    ReplyDelete
  2. Mas andi yang baik..boleh tidak saya minta soft copy presentasinya itu dan juga not hp mas andi but bincang2 mengenai industri kreatif ini

    email saya di the_coolest_air@yahoo.com

    thanks
    Salam
    Ardy

    ReplyDelete