Sunday, November 22, 2009

Belajar dari Industri Konten Korea

Game merupakan sarana belajar yang efektif dan efisien, akan mempermudah siswa mengingat dan mengimplementasikan pelajarannya. Mahasiswa teknik bisa membuat visualisasi dengan program animasi 3D tanpa perlu membongkar-pasang barang aslinya―tak ada risiko dan kerugian apapun. Anatomi tubuh pun dapat dipelajari tanpa menggunakan organ tubuh sungguhan atau benda tiruan karena bisa menggunakan animasi 3D. Bahkan kini, teknologi yang dipakai dalam game perang-perangan dikembangkan NASA dan otoritas militer Amerika untuk membuat program serangan jarak jauh yang berguna bagi perang masa depan. Game telah menjadi wahana simulasi, cara murah dan mudah untuk mereplika sistem yang rumit menjadi interaktif dan bisa dipelajari oleh banyak orang.

Bono, bintang rock legendaris Band U2 asal Irlandia mengobarkan perang melawan aktivis politik sayap kiri dengan berinvestasi di video game tentang Venezuela dalam versinya. Ia berinvestasi sebasar 300 juta dolar di perusahaan Pandemic Studios, California, untuk produksi game Mercenary 2: World in Flames. Banyak orang heran akan aksi Bono, tapi nyata, bahwa game pun tak melulu berisi permainan saja, tapi bisa jadi alat untuk menyampaikan pesan apapun.

Game online sebagai salah satu produk industri kreatif animasi dan konten di Korea Selatan, berkembang pesat dengan kemudahan akses internet bagi lebih dari 80% penduduknya. Dalam pengembangan pasar dalam negeri tersebut, Korea Selatan mencatat angka pengguna game-game yang mudah dipelajari dan dimainkan, free casual game, cukup tinggi. Ini bisa dijadikan contoh pengembangan industri konten di Indonesia.

Dalam dunia pendidikan, kini juga mulai diminati aplikasi pembelajaran dengan Game Edukasi untuk media belajar kreatif dan atraktif bagi siswa tingkat sekolah dasar sampai menengah atas, terutama bidang matematika dan sains. Ternyata, selain untuk hiburan, ada nilai positif dari game dalam hal merangsang kreatifitas, berpikir taktis, serta belajar mengatur strategi.


Mana dulu, Infrastruktur Distribusi atau Konten?

Jika diperbandingkan dengan penduduk indonesia, suatu keterbalikan fakta bahwa Korea selatan lebih dari 80% penduduknya terkoneksi internet. sedangkan di Indonesia lebih dari 80% penduduk belum mengenal internet. Namun begitu, dengan besarnya jumlah penduduk, Indonesia dengan pengguna internet sebanyak 10 persen saja sudah mencapai angka 20juta - 30 juta orang. Dalam perkembangan industri animasi dan konten, koneksi internet memegang peran sangat penting.

Begitu banyaknya klaster bisnis dalam industri kreatif animasi dan konten, termasuk didalamnya benda-benda virtual dan microtransaction di Korea menempati angka penjualan cukup tinggi, diantaranya ditunjukkan dengan 67% dari user berumur 20 hingga 30-an telah membayar untuk memperoleh konten digital. Belanja musik secara online oleh pengguna internet bahkan menempati angka sampai 91%. Pengunjung portal utama dari kalangan dewasa mencapai satu juta pengunjung tiap hari.

Infrastruktur adalah komoditinya, dan konten adalah daya tariknya! Artinya tidak bisa dipisahkan antara konten sebagai value added dan jaringan distribusi sebagai komoditinya. Kabel broadband memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk berlangganan konten dan membayar secara berkesinambungan dengan harga terjangkau. Ini yang disebut model bisnis subscription-based.

Lahirnya game MMORPG [Massive Multiplayer Online Role Playing Game], di mana suatu dunia game diakses oleh puluhan hingga ratusan ribu orang bersama-sama, merupakan jawaban atas tingginya pembajakan di Asia. Game dibagikan secara gratis, pemain hanya membayar koneksi ke server atau ketika membeli barang-barang virtual di dalam permainan, misalnya senjata, kekuatan tambahan dan banyak aksesoris lainnya. Item-based model menjadi alternatif dari subscription.

Masih rendahnya penetrasi broadband di Indonesia memerlukan daya tarik konten, jadi pembangunan pipa distribusi adalah untuk mengalirkan konten game, musik dan edutainment. Ekosistem infrastruktur dan konten menjadi bagian tidak terpisahkan karena adanya saling ketergantungan.


Kerjasama dan Alih Teknologi

Electronic Arts, Inc. [EA] sejak 2006 lalu berpartner dengan perusahaan Korea, Neowiz Corporation, meluncurkan game online EA Sports FIFA dan memiliki lebih dari 4 juta pelanggan. Dari banyak game online terlaris tercatat antara lain Tales Runner, RAGNAROK, Dungeon Fighter yang kesemuanya dikembangkan dari Korea. Indonesia masih baru berupa pasar dan belum ada tahapan alih teknologi yang signifikan.

Ada keengganan bagi pengembang perangkat lunak ketika masuk ke pasar baru untuk melakukan kustomisasi. Ini menyangkut belum terujinya adopsi pasar dan resiko biaya. Mereka yang punya kekuatan adalah mereka yang sudah memiliki pasar. Film dan musik Indonesia telah menjadi tuan rumah setelah rantai distribusi siap. Dalam paradigma serupa, jika game sudah memiliki jumlah pasar yang cukup signifikan, sudah saatnya untuk melakukan alih budaya, minimal dari sisi bahasa dan bisa dikembangkan lebih lanjut dengan pengembangan virtual asset dari game menjadi lebih lokal. Game Ayo Dance saat ini pun sudah mulai menggunakan musik Indonesia. Langkah cerdas untuk membuka pasar yang lebih luas.


Pengembangan Konten Lokal

Harry S Tjandra dari Pesona Edu adalah salah satu yang pertama menekuni software konten edukasi, murni untuk alat bantu peraga pendidikan khususnya matematika dan sains. Ia melihat dari kontingen KOCCA yang datang ke Indonesia juga mengembangkan edutainment, namun belum ada yang masuk ke game edukasi murni seperti yang ia tekuni. Itu artinya, game edukasi yang kini mulai banyak diminati akan menjadi peluang emas di dalam negeri. "Perkiraan belanja Depdiknas dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia terhadap software game edukasi tahun 2010, akan mencapai sekitar 2 triliun. Saya sendiri baru mengembangkan untuk matematika dan sains karena saya punya target pasar internasional. Tapi ini juga peluang bagi pengembang konten di dalam negeri untuk misalnya mengembangkan di cabang mata pelajaran lain seperti sejarah dan sebagainya," demikian kata Harry.

KOCCA memang rajin menyoal pengembangan industri konten, mulai dari mengadakan kunjungan, hingga menyediakan beasiswa bagi yang mau belajar industri konten digital (animasi-komik-games) di Korea. Bambang Gunawan yang dikenal sebagai Bambi, salah satu anggota tim CAMS, mendapatkan beasiswa 6 bulan ke Korea. Pengetahuan pengembangan industri konten itu kini diterapkan menjadi program Animart, di mana animator lokal mengumpulkan karyanya untuk didistribusikan ke sejumlah TV lokal oleh CAMS, demikian disampaikan oleh Peni Cameron, Direktur CAMS Solution.

Maria Tjhin, General Manager Castle Production mengungkap, bahwa Indonesia sudah mampu membuat pesanan animasi untuk pasar internasional. Beberapa karyanya adalah The Adventure of Carlos Caterpillar yang bercerita mengenai petualangan seekor ulat untuk televisi Spanyol, The Story of Jim Elliot tentang misionaris di Ekuador untuk televisi Inggris, dan cerita anak-anak Cherub Wings untuk televisi AS. Castle mengerjakan seluruh proses animasi, sedangkan cerita dan karakter sesuai pesanan. Belakangan, Kabayan Liplap, produksi animasi orisinalnya, malah mendorong penjualan merchandise di toko buku Gramedia. Ini adalah bukti bahwa animasi dan konten kreatif adalah alat terbaik untuk menjual produk konsumen yang menggunakan lisensi karakter.



Pendidikan Konten Kreatif

Selain bertemu dengan pelaku industri konten dan kunjungan ke beberapa perusahaan game, animasi dan televisi, KOCCA juga berkunjung ke IDS|international design school yang memiliki program Animasi dan Game.

Ungkapan kagum muncul sebagai apresiasi ketika Deswara Aulia dan Rully Rochadi, pengajar animasi IDS|international design school bercerita tentang program pendidikan yang merupakan simulasi kerja dan sebelum lulus siswa bahkan sudah ditarik bergabung ke berbagai industri multimedia nasional maupun internasional di negara tetangga.

Giliran managemen IDS dibuat gembira dengan pernyataan rombongan KOCCA yang ingin merekrut siswa IDS bekerja di perusahaan mereka di Korea Selatan. "Wow...!"

Kunjungan KOCCA pada akhirnya membuka wawasan dari delegasi Korea dan juga pelaku industri konten tanah air untuk saling membuka diri atas potensi masing-masing. Indonesia bukan sekedar pasar, tetapi juga sumber tenaga kreatif yang luar biasa, yang mampu menghasilkan banyak karya orisinal yang patut untuk dibawa ke ajang internasional.

Please leave comments on http://www.ideonomics.com and follow me on http://www.twitter.com/andisboediman

No comments:

Post a Comment