We don't need Malaysia as our common enemy, we need our common purpose to appreciate and cultivate our culture for the future!
Tahun ini merupakan kebangkitan dari Batik Indonesia. Munculnya kebanggaan atas warisan bangsa ini dipicu oleh negara tetangga yang beberapa saat lalu melakukan klaim atas budaya Melayu. Munculnya kesadaran atas warisan tidaklah cukup, perlu adanya terobosan agar budaya kita menjadi relevan kembali ke generasi muda yang memahami semangat zaman, dan dari merekalah lahir sesuatu yang baru.
Klaim Malaysia atas beberapa produk budaya Indonesia, memunculkan euphoria. Dan atas batik, Malaysia pun sedang melakukan pemetaan batik melayu untuk turut memperkaya khasanah batik dunia, itu positif.
Problem bangsa ini antara lain masalah kecintaannya terhadap apa yang telah dimiliki, ketika terjadi klaim negeri jiran atas produk budaya menyusul klaim mereka atas wilayah geografis, banyak energi terbuang untuk menciptakan musuh bersama bernama Malaysia yang kemudian diplesetkan sebagai Malingsia.
Menciptakan musuh bersama itu mudah, namun perlu dicatat, kita membutuhkan pihak lain, termasuk Malaysia dan bangsa lain untuk berbagi, misalnya ini lho batik saya. Sehingga batik semakin menemukan kekayaan ciri khas pencapaian seni dan estetika budaya bangsa-bangsa, dan menjadi milik bersama dengan identitas dan ciri khas Indonesia ada didalamnya, yang dunia akan mengetahuinya karena kita mau berbagi dengan mereka.
Terhadap batik, yang pada 2 Oktober 2009 ini dirayakan dalam Batik Day, hari Batik Nasional, bersamaan dengan pengakuan UNESCO atas Batik Indonesia sebagai artefak budaya warisan dunia, harus menjadi momentum kebangkitan batik Indonesia. Dan kita akan membangkitkan kembali dengan kebanggaan, bukan dengan ketakutan-ketakutan atas klaim oleh bangsa lain, toh batik menjadi milik dunia dengan masing-masing bangsa memiliki keunikan, ciri khas masing-masing termasuk Indonesia.
Momentum pengakuan batik Indonesia sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan, mengingatkan pada implementasi atas gerakan Mahatma Gandhi dalam Swadhesi. Gerakan Swadeshi ini diserukan Mahatma Gandhi untuk melawan dominasi eropa yang dengan imperialisme dan kapitalismenya mengancam India hanya menjadi budak dan pasar. Mengambil pelajaran Swadeshi, inilah saatnya menyerukan kembali kecintaan terhadap produk dalam negeri. Membeli dan memakai batik Indonesia, batik lokal, adalah kontribusi bagi bangkitnya industri dan pasar batik dalam negeri yang di era pasar bebas ini harus bersaing dengan batik China dan sebagainya.
Madiba, adalah kebanggaan batik Afrika yang selalu dikenakan Nelson Mandela sebagai kepala Negara dalam setiap aktifitas formil non formil. Batik Indonesia, juga menemani Presiden Soeharto dalam setiap acara menerima tamu Negara dan lawatan luar negeri, bahkan mengirim surat resmi ke Bill Clinton untuk mengenakan batik Indonesia yang ia siapkan untuk konferensi APEC 1994 dan Clinton berkenan memakainya. Sampai begitu tingginya estetika batik, Prada, dilukis dengan tinta emas dan hanya bangsawan yang mampu memakainya.
Tinggal selanjutnya, melakukan berbagai upaya melestarikannya, tak hanya menjaganya memagari agar tak diklaim bangsa lain, tapi juga kreatif mengemasnya, bangga memakainya dan membuka diri terhadap dunia luar dengan komunikasi yang baik, agar tak sekedar terdengar gaungnya di seluruh dunia, tapi juga bernilai tambah ekonomi.
Mengutip statement saya @andisboediman di Twitter, kita perlu membangkitkan kesadaran atas produk budaya leluhur yang adiluhung dengan pondasi semangat kebanggaan dan mau berbagi, bukan atas dasar rasa benci, If we are driven by fear that our culture is stolen, we can only hate, but if we are driven by pride of what we had, we will have more to share!
Tahun ini merupakan kebangkitan dari Batik Indonesia. Munculnya kebanggaan atas warisan bangsa ini dipicu oleh negara tetangga yang beberapa saat lalu melakukan klaim atas budaya Melayu. Munculnya kesadaran atas warisan tidaklah cukup, perlu adanya terobosan agar budaya kita menjadi relevan kembali ke generasi muda yang memahami semangat zaman, dan dari merekalah lahir sesuatu yang baru.
Klaim Malaysia atas beberapa produk budaya Indonesia, memunculkan euphoria. Dan atas batik, Malaysia pun sedang melakukan pemetaan batik melayu untuk turut memperkaya khasanah batik dunia, itu positif.
Problem bangsa ini antara lain masalah kecintaannya terhadap apa yang telah dimiliki, ketika terjadi klaim negeri jiran atas produk budaya menyusul klaim mereka atas wilayah geografis, banyak energi terbuang untuk menciptakan musuh bersama bernama Malaysia yang kemudian diplesetkan sebagai Malingsia.
Menciptakan musuh bersama itu mudah, namun perlu dicatat, kita membutuhkan pihak lain, termasuk Malaysia dan bangsa lain untuk berbagi, misalnya ini lho batik saya. Sehingga batik semakin menemukan kekayaan ciri khas pencapaian seni dan estetika budaya bangsa-bangsa, dan menjadi milik bersama dengan identitas dan ciri khas Indonesia ada didalamnya, yang dunia akan mengetahuinya karena kita mau berbagi dengan mereka.
Terhadap batik, yang pada 2 Oktober 2009 ini dirayakan dalam Batik Day, hari Batik Nasional, bersamaan dengan pengakuan UNESCO atas Batik Indonesia sebagai artefak budaya warisan dunia, harus menjadi momentum kebangkitan batik Indonesia. Dan kita akan membangkitkan kembali dengan kebanggaan, bukan dengan ketakutan-ketakutan atas klaim oleh bangsa lain, toh batik menjadi milik dunia dengan masing-masing bangsa memiliki keunikan, ciri khas masing-masing termasuk Indonesia.
Momentum pengakuan batik Indonesia sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan, mengingatkan pada implementasi atas gerakan Mahatma Gandhi dalam Swadhesi. Gerakan Swadeshi ini diserukan Mahatma Gandhi untuk melawan dominasi eropa yang dengan imperialisme dan kapitalismenya mengancam India hanya menjadi budak dan pasar. Mengambil pelajaran Swadeshi, inilah saatnya menyerukan kembali kecintaan terhadap produk dalam negeri. Membeli dan memakai batik Indonesia, batik lokal, adalah kontribusi bagi bangkitnya industri dan pasar batik dalam negeri yang di era pasar bebas ini harus bersaing dengan batik China dan sebagainya.
Madiba, adalah kebanggaan batik Afrika yang selalu dikenakan Nelson Mandela sebagai kepala Negara dalam setiap aktifitas formil non formil. Batik Indonesia, juga menemani Presiden Soeharto dalam setiap acara menerima tamu Negara dan lawatan luar negeri, bahkan mengirim surat resmi ke Bill Clinton untuk mengenakan batik Indonesia yang ia siapkan untuk konferensi APEC 1994 dan Clinton berkenan memakainya. Sampai begitu tingginya estetika batik, Prada, dilukis dengan tinta emas dan hanya bangsawan yang mampu memakainya.
Tinggal selanjutnya, melakukan berbagai upaya melestarikannya, tak hanya menjaganya memagari agar tak diklaim bangsa lain, tapi juga kreatif mengemasnya, bangga memakainya dan membuka diri terhadap dunia luar dengan komunikasi yang baik, agar tak sekedar terdengar gaungnya di seluruh dunia, tapi juga bernilai tambah ekonomi.
Mengutip statement saya @andisboediman di Twitter, kita perlu membangkitkan kesadaran atas produk budaya leluhur yang adiluhung dengan pondasi semangat kebanggaan dan mau berbagi, bukan atas dasar rasa benci, If we are driven by fear that our culture is stolen, we can only hate, but if we are driven by pride of what we had, we will have more to share!
atha like this
ReplyDeleteI LOVE INDONESIA ,, I LOVE BATIK