Industri furniture di Indonesia mengalami masa kejayaan di era 80-an, dimana pada era tersebut Indonesia dapat menghasilkan produk furniture berkualitas tinggi, kapasitas dan skill produksi yang bagus didukung tersedianya bahan baku yang baik serta upah tenaga kerja yang terjangkau sehingga menjadikan Indonesia sebagai primadona produk-produk furniture di dunia. Para buyers berdatangan dari penjuru dunia untuk membuat produk mereka dan menjadikan Indonesia sebagai “tukang jahit” yang piawai, bahkan jauh lebih baik dari negara-negara tetangga lainnya.
Sayangnya masa kejayaan tersebut sudah berakhir dengan datangnya krisis ekonomi yang menerpa Asia di tahun 1998. Ditambah oleh situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu serta tidak kunjung membaik, membuat berbagai sektor industri di Indonesia mendapat tantangan yang besar dan bagi industri furnitur hal ini merupakan cobaan terberat.
Namun demikian ekspor furnitur Indonesia ke dunia dalam 5 tahun terakhir tetap membanggakan, menduduki peringkat ke-10 sebagai penyumbang devisa. Pada tahun 2003 nilai ekspor sebesar USD 970,87 juta meningkat menjadi USD 1.057,60 juta pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 naik menjadi USD 1.247,12 juta dan tahun 2006 sebesar USD 1.275,71 juta dengan trend pertumbuhan hanya sebesar 8,81%.
Walaupun nilai ekspor furnitur Indonesia ke dunia terus meningkat, tidak demikian halnya ekspor furnitur ke Jepang yang mengalami penurunan. Nilai ekspor dalam tahun 2003 senilai USD 213,60 juta mengalami penurunan menjadi USD 201,49 juta tahun 2004 dan terus turun menjadi USD 196,28 juta (2005) dan USD 192,97 juta (2006) dengan pertumbuhan -2,80%. Saat ini ekspor furnitur Indonesia ke Jepang menduduki peringkat ke-6 dibawah China, Thailand, Taiwan, Vietnam dan Meksiko.
Pasar Jepang masih merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk furnitur Indonesia, dan penurunan ekspor tentunya merupakan tantangan bagi kita semua. Industri furnitur harus introspeksi diri yaitu dengan meningkatkan kualitas produk dalam negeri melalui desain yang inovatif, kreatif, unik dan orisinil. Industri furnitur kita tidak lagi dapat bertahan hanya sebagai “tukang jahit” tetapi sudah waktunya untuk tampil sebagai produk mandiri yang inovatif. Dari pengembangan desain yang inovatif dan orisinil ini diharapkan para desainer dapat membantu mengembalikan citra negatif selama ini dan sekaligus dapat meningkatkan kebanggaan bagi individu desainer tersebut dan juga martabat suatu bangsa.
Dalam usaha meningkatkan ekspor furnitur Indonesia dan juga negara-negara ASEAN lainnya, ASEAN-Japan Centre (AJC), Tokyo bekerjasama dengan Trade Promotion Organizations (TPOs) ASEAN, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) – Departemen Perdagangan sebagai focal point turut memprakarsai berdirinya ASEAN-Japan Design Centre (AJDC) yang bertujuan antara lain :
- untuk mempertemukan industri kreatif dengan industri unggulan di negara-negara ASEAN;
- Untuk melatih kerjasama antara desainer dengan manufaktur unggulan;
- Untuk melatih kepekaan desainer terhadap pasar internasional;
- Untuk menciptakan produk unggulan yang inovatif dan disukai oleh pasar – dalam hal ini pasar Jepang.
Sebagai langkah awal dari program AJDC ini, hasil karya para desainer dan produk-produk unggulan dari negara-negara ASEAN akan diikutsertakan pada pameran ”Interiorlifestyle 2008” di Tokyo sebagai ajang yang penting untuk mempertemukan industri kreatif dengan industri manufaktur.
Dalam memilih peserta dari Indonesia yang akan diikutsertakan dalam pameran tersebut, pihak AJC bekerjasama dengan BPEN – Departemen Perdagangan dan Pusat Desain Nasional telah melakukan pertemuan dan interview dengan Mr. Takata, tenaga ahli bidang desain dari Jepang. Para desainer dipilih melalui interview dengan menunjukkan karya-karya unggulan mereka dan kemampuan untuk bekerjasama dengan pabrikan, sedangkan para manufaktur dipilih atas kualitas kerja yang sudah memiliki kemampuan dengan kualitas produk ekspor.
Dua orang desainer terpilih mewakili Indonesia adalah Joshua Simandjuntak dan Leonard Theosabrata. Joshua Simanjuntak adalah desainer mebel dan interior profesional yang karyanya sudah banyak diproduksi oleh manufaktur di Indonesia untuk pasar ekspor. Joshua menimba ilmu di Royal College of Art, London dan sempat bekerja untuk desainer terkemuka Inggris, Tom Dixon, sebelum kembali ke tanah air. Leonard Theosabrata, putra Yos Theosabrata, pemilik industri mebel unggulan Victor Furniture disamping seorang desainer lulusan The Art Center College of Design, Pasadena yang memiliki pengalaman dan mampu meraih reputasi internasional melalui produk unggulan Accupunto.
Empat manufaktur terpilih adalah PT. Wirasindo Santakarya (Wisanka), CV. Yudhistira, PT. Alam Calamus dan PT. Yamakawa Rattan Industry. Keempat manufaktur ini memiliki keunggulan masing-masing dari produk mereka. Wisanka memiliki produk outdoor furnitur yang kompeten, Yudhistira dengan beragam produk yang sudah dikenal oleh dunia internasional. Kedua manufaktur tersebut berlokasi di Solo. Sedangkan Alam Calamus telah dikenal oleh line produk yang diberi nama ”Chamdani” yang merupakan brand mebel rotan sintetik, berlokasi di Jakarta serta Yamakawa Rattan yang berlokasi di Cirebon telah puluhan tahun terjun di dalam industri rotan dengan kualitas yang telah memenuhi standar terbaik di dunia.
Format yang akan ditampilkan dalam pameran kali ini adalah dalam bentuk tipikal apartemen ala Jepang dengan menyediakan dua bentuk apartemen, dimana masing-masing apartemen mempunyai nuansa yang berbeda, yaitu : Asian Ethnic dan Asian Contemporary yang akan diisi oleh produk-produk dari negara-negara ASEAN yang didesain khusus untuk pasar Jepang.
Dalam partisipasi kali ini para desainer dan manufaktur ditantang untuk dapat menganalisa pasar Jepang serta mendesain sesuai dengan selera pasar. Hal ini merupakan tantangan yang cukup besar karena pasar Jepang terkenal sangat detail dan spesifik, sehingga apabila produk-produk yang dihasilkan oleh para desainer dan manufaktur dapat diterima, akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri dan dapat menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya sekedar sebagai ”tukang jahit” namun sebagai pemasok handal furnitur.
Program ASEAN-Japan Centre ini patut diangkat ke permukaan, karena melalui program-program seperti inilah, dunia kreatif dapat bertemu langsung dengan industri. Karena ini merupakan kunci keberhasilan produk dalam negeri kita, dimana tidak hanya terbatas pada industri furnitur tetapi juga industri-industri manufaktur lainnya. Dikemudian hari, itikad seperti ini sudah dapat diambil alih oleh pihak pemerintah seperti rencana pendirian Indonesia Design Power (IDP) serta pihak-pihak swasta lainnya. Semoga program-program seperti ini terus berlanjut dan tidak mati di tengah jalan.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional
Departemen Perdagangan
Badan Pengembangan Ekspor Nasional
Departemen Perdagangan
No comments:
Post a Comment