Shin Bernard
saya ingin memberikan sedikit opini dan banyak pertanyaan yang sekiranya dapat membantu kita semua yang ingin belajar marketing (maklum saya juga baru belajar ). Saya sangat tertarik membahas dari sisi awarenes dan high/low involvement suatu produk. Menurut Assael ada 5 langkah dalam proses adopsi suatu produk (5 stages in adoption proces):
1. Awareness
2. Knowledge
3. Evaluation
4. Trial
5. Adoption
Yang menjadi pertanyaan disini adalah, apakah semua produk entah itu high atau low involvement harus melewati semua proses/tahapan ini atau apakah bisa dari proses awareness langsung masuk ke tahap trial tanpa melalui knowledge dan evaluation? Bagaimana halnya dengan kasus permen? Apakah permen hanya membutuhkan awareness semata (ex.permen dynamite dengan rasa coklat+mint) dan langsung ke tahap trial ataukah permen juga membutuhkan 5 tahapan seperti yang telah diutarakan diatas? Itu jika dilihat dari sisi produk&konsumen, jika kita memandang dari sisi perilaku konsumen dimana ada 2 needs yang ingin mereka penuhi (utilitarian dan hedonic), apakah konsumen juga harus melewati kelima proses tersebut secara berurutan atau bisa saja mereka tidak melewati, misalnya satu tahapan dari proses tersebut? Kembali ke masalah permen, bisalah kita mengatakan kalo permen berada pada posisi produk low involvement. Sekarang pertanyaan untuk produsen permen, apakah ada keinginan dari mereka untuk memindahkan posisi tersebut ke high involvement? Apakah ada keuntungan yang mendasar (mis. dilihat dari profit yang didapatkan) jikalau suatu produk berpindah posisi dari low ke high involvement?
Hani Susilo Handoyo
Sebagai proses, 5 stage in adoption menurut saya memang ya harus runtun, akan tetapi bila kita mampu meng create "sense of attachment" towards the brand melalui markomnya, proses tadi tidak lagi akan tampak berurutan. Ada beberapa hal yang membuat saya "percaya" dengan hal tersebut;
1. Jack Trout; what matters is actually what the customer perceived about the brand.
2. Alm. Gombloh; Bila Cinta sudah melekat ... tai kucing terasa coklat...:-)
Andi S. Boediman
Saya nggak ngerti soal permen nih, tapi ingin sedikit urun rembug nih. Saya pikir permen adalah jenis produk yg tidak perlu kita jelaskan lagi apa itu. Tapi untuk menciptakan satu attachment, kita bisa berangkat dari beberapa perspektif, yg digemari oleh orang advertising pake istilah consumer insight. Di sini kita tidak cuma berangkat dari produk, tetapi membaca pasar. Kopiko sukses dengan membangun kategori baru permen anti kantuk, dulu Xon-Ce dengan buat orang yg lagi perjalanan (meskipun bukan permen). Atau Mentos untuk para Freshmaker.
Kalo saya pikir kita nggak lagi menjual rasa atau permen kita lebih manis, asin, asam, dll, tapi misalnya permen ini adalah untuk self-indulgence, atau permen untuk orang pilek, atau permen buat pesta, atau macam-macam lagi. Yg penting mungkin bukan sekedar brand awareness (diingat atau diketahui), tapi juga bisa memberikan persepsi dan identitas.
Contoh kasus sederhana mungkin Dunkin Donut. Tiap kali kita berkunjung ke temen sakit, pasti yg dibawa Dunkin. Ini hebat nih, padahal mereka cuman nitipin di tiap sinetron untuk nenteng Dunkin kalo berkunjung ke temennya :)
Pandangan saya apakah suatu produk perlu berpindah posisi dari low ke high involvement, kelihatannya sih nggak perlu ya, karena ini nature dari productnya sendiri. Yg lebih perlu gimana bisa attach ke persepsi tertentu. Misalnya permen yg kalo dimakan bareng pacar asyik deh, sekaligus cocok buat French Kiss :), atau misalnya permen yg bisa menggantikan duit 50 perak Indonesia. Iya nih, kok nggak ada produsen permen yg bikin permen seharga 50 perak dan dibentuk aja kayak 50 perak :), terus dikasih brand 'Gocap!' Taglinenya: Gocap, pengganti duit go-cap! Ini kategorinya gedhe lho dan marketnya jelas! Don't listen to me, it's just a
crazy & wild idea :)
No comments:
Post a Comment