Sebagai suatu ide positioning, saya pikir A-mild sukses saat campaign How Low Can You Go! Ini well done, yg mampu menciptakan suatu kategori baru di pasar rokok. Begitu pula dengan Sampurna Ijo, di mana riset consumer insight mampu menyegarkan brand yg tadinya kurang dikenal menohok di tempat ketiga produk rokok. Tetapi menurut saya pribadi, komunikasi A-mild kehilangan jati diri sejak berubah menjadi Bukan Basa-basi, kembali Ok waktu campaign Others Can Only Follow (menunjukkan kemampuan sebagai market leader dan mempertahankan posisi sebagai yg pertama -> lihat Marketing Warfare Al Ries). Dengan campaign yang terakhir ini, saya tidak melihat signifikasi dari komunikasi tersebut. Mereka nggak ngasih reason to buy the product dan saya agak skeptis dengan kesuksesannya, mungkin hanya bisa mempertahankan posisi karena kuatnya budget advertising, tapi tidak memberikan edukasi kepada konsumen dan meningkatkan sales.
Coba refer ke buku Al Ries terbaru: The Fall of Advertising & The Rise of PR, di sini ia menunjukkan bahwa advertising adalah defensif untuk MEMPERTAHANKAN BRAND dan kredibilitasnya sangat rendah, sedang komunikasi melalui kegiatan PR memiliki kemampuan MEMBANGUN BRAND. Konsep peremajaan brand, brand personality, brand value, dll, is good, tapi tanpa 'result' yg dihasilkan oleh sales adalah sia-sia. Saya ngobrol dengan seorang temen saya Brand Manager di Unilever pun tetap memiliki tolok ukur DOES IT MAKE SALES?
______________
Andi S. Boediman
Digital Studio
No comments:
Post a Comment