Monday, May 20, 2002

IdN Fresh Conference discussion

posted at DKV-ITB mailing list

Arief Adityawan

Iya tuh saya sering bingung kalo melihat terobosan-terobosan para seniman dalam desain, seperti Starck (desain produk) atau seniman-seniman polandia yang ngedesain poster yang keren-keren. Di Indonesia saya liat juga banyak misalnya aja: para pedesain jagoan yang ngebangun dkv-itb lalu jadi dosen-dosen pertama, banyak yang berlatar belakang pendidikan fine art. Emang sih kalo kita liat asal-usul desain itu dari fine-art ya enggak perlu heran ya... Tapi yang jadi pertanyaan saya: jangan-jangan ada yang salah dengan sistem pendidikan desain kita ? Atau itu sekedar akibat sistem industri moderen yang menaungi desain, sehingga membuat desainer jadi sangat praktikal?

Andi S. Boediman
Ada perbedaan pendekatan dari sisi komunikasi dan dari sisi fine art. Dari sisi komunikasi, desain adalah tentang berkomunikasi. You can't not communicate adalah jargonnya. Hampir semua sekolah desain bersandar pada ini. Sebaliknya dari sisi fine art yang cenderung eksperimental, siswa diajarkan semangat untuk 'mencari hubungan'.

Dengan perbedaan pendekatan semacam ini, fine art selalu berada di garda depan usaha mengeksplorasi, mencoba dan menemukan hal-hal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Tetapi yang ditawarkan tidak selalu berupa solusi. Muncul seniman-seniman grafis hebat dengan semangat ini.

Dari sisi komunikasi, tidak kalah banyak desainer top dan hebat yang menguraikan dan menjawab hal-hal yang tadinya tidak terjawab melalui solusi desain.

Mana benar mana salah? Saya pikir dua-duanya benar dan berhak eksis.


Arief Adityawan
2. Tanggung jawab sosial
Kalo kita mau sok ngebuat tahapan perkembangan desain dalam sejarah DKV Indonesia misalnya, menurut saya DKV di indonesia memasuki satu tahap peran yang baru ketika masa reformasi (yang sekarang sudah mati - kata cak Nur), yaitu peran sosial-politik. Kita liat banyak banget elemen grafis yang berperan dalam pergerakan mahasiswa sampe Pemilu 99. Konon cerita fotografer Anatara, ada lembaga penelitian Belanda yang menugaskan fotografer Indonesia untuk dokumentasikan elemen grafis mulai dari stiker, spanduk, poster selama reformasi 1998 tersebut. Kalo cerita teman saya itu bener, dalam faktor pendokumentasian orang indonesia ketinggalan lagi.

Tapi terlepas dari itu semua, kita enggak perlu buat dikotomi desain yang idealis/komersial. Kalo menurut saya yang penting, apapun karya seorang desainer selama bisa dipertanggungjawabkan dalam konteks sosial-budaya maka desain itu sudah masuk kategori desain yang benar secara etik.

Andi S. Boediman
Ini semangat yang dilontarkan oleh Stefan Sagmeister dan Neville Brody di Fresh Conference. Tetapi tidak semua desain punya fungsi yang sama. Tetap ada kebutuhan berkomunikasi dari sisi korporat misalnya. Etika desain sendiri tidak pernah dikupas dan disetujui bersama sebagai salah benar. Anyway kan kita hidup di alam post-mo :) Bukan salah benar, tapi kita sendiri terbuka terhadap adanya perbedaan pendapat.

Elwin Mok
Jepang cahaya asia. :-) Tapi saya juga kecewa bahwa selain Jepang, bagian Asia lain nggak kebagian tempat. Saya lihat desain Hongkong sangat menonjol. Di belakangnya Singapore dan Phillipine juga punya desain-desain interaktif yang cukup kuat.

yg gue tau cuman Stefan sagmeister (dari pratt lho..). Gak tau ini suatu kebetulan ato bukan, tapi gue ngeliat ada kemungkinan para lulusan seni ini justru lebih besar curiosity-nya utk bereksperimen dgn media baru

Andi S. Boediman
Kenyataannya memang demikian. Graphic design ditujukan untuk komunikasi. Padahal di dalam karya eksperimental lebih membutuhkan keberanian, curiosity dan semangat 'what if'. Fine art dimulai dengan mental seperti itu.

Elwin Mok
Neville Brody udah tua. Presentasinya gak segarang desain-desainnya. dan kata ugi, istrinya Black 100%, tambah Cyan 40% malah.he he he. intermezzo aja.gosip celebritis desainer.hua ha ha ha

Andi S. Boediman
Saya ngeliat desainer kayak Sagmeister dan Brody udah berubah sikap. Kalo dulu berani berbuat, kini berani bertanggung jawab. Sayangnya presentasi Brody lebih cenderung retorik yang bersifat pertanyaan terbuka dan tidak disertai solusi seperti yang disampaikan oleh Sagmeister.

Elwin Mok
dari pure graphic hanya Stefan sagmeister dan Neville brody. Yg jawab, akhirnya si Stefan, namun jawabannya menurut gue klise aja. Bahwa desain grafis gak akan mati. dst-nya.

Andi S. Boediman
Saya lihat ada unsur time dan interactivity yang kini memperkaya vocabulary desainer. Tetapi graphic design dan tipografi masih panjang umurnya.

Elwin Mok
Terlepas dari masalah eksistensi/pengakuan tsb, gue pribadi sih berpendapat bahwa memang pure graphic design jelas gak akan punah. Cuman memang gak begitu hype lagi. Yah karena memang media baru udah muncul di depan mata, dan tantangan-tantangan berkesperimennya terbuka besar banget.

Andi S. Boediman
Sebagai desainer Indo, ini masih susah, karena saya belum ngeliat desainer Indo yang bagi waktu untuk idealis dan komersil, apalagi bikin eksperimen, mendokumentasikan dan mempublikasikannya.

Elwin Mok
Kalo mo ditarik balik ke strategi institusi pendidikan desain, menurut gue sih mau gak mau dynamic media ini harus jadi pertimbangan. Emang sih setan coding harus ditaklukan. Karena ketika penguasaan basic dynamic media (penguasaan user interface, logika, actionscript mendasar flash,

Andi S. Boediman
Mutlak, di luar udah memasukkan ini di kurikulum. Tinggal di uni Indo
diadakan terobosan.

Sunday, May 19, 2002

Ide Buat Brand Revitalization


Q: Ada yang pernah denger Brand Revitalization(Meningkatkan brand yang loyo)

kan, Nah saya butuh tuker pikiran nih soal yang satu ini. Bagaimana suatu brand yang sudah usang tetapi ingin mengembalikan vitalitasnya beberapa tahun yang lalu. Jadi ceritanya nih ada brand tahun 80an yang sedang berjaya, tapi karena ketidakpekaan perkembangan brand, maka competitor dapat mencuri posisi tersebut. Dan keadaannya makin hari makin turun. Sebelum terlambat harus ada usaha mengembalikan posisi brand itu kembali.

Nah gimana tuh, apa harus ganti nama, apa harus bertahan pake brand name yang lama, melihat masih ada sisa kejayaan masa lalu, atau pake cara/ metode yang gimana?

A: Ada banyak cara untuk melakukan brand revitalization. Mungkin bisa dengan melakukan repositioning, di mana service/produk diberikan satu posisi baru di benak target market. Contoh kasus: Garuda, dari yang kurang terpercaya menjadi, kini lebih baik. Cara lain bisa dengan menggunakan nama baru dengan asosiasi baru. Cara lain lagi bisa dengan melakukan co-branding, digandengkan dengan brand besar yang sudah punya posisi dan didefinisikan
kembali.

Ini adalah strategi, bukan mana yang lebih baik. Jika dipilih strategi manapun, harus konsisten dan sinergi dengan kegiatan marketing communication.
______________
Andi S. Boediman
Digital Studio

Brand atau Marketing strategy?


Q: haihaiahia...thanx banget buat masukan2nya, nah tapi gini nih setelah diteliti dan diperiksa emang brandnya bermasalah, tapi hal kedua yang ngga kalah pentingnya tuh integrasi dengan marketing strategynya.

A: Setuju. Ada banyak cara membangun integrasi brand dan strategi marketing. Malah menurut saya ini adalah bagian yang sangat penting di dalam bagaimana perusahaan tersebut mengkomunikasikan positioning, diferensiasi dan segmentasinya.

Q: Nah masalahnya para kompetitornya belum ada yang memposisikan brand dengan begitu kuat, dan semua kompetitornya akhirnya memiliki brand yang dibangun justru oleh marketing strategynya. Ngga ada kompetitor yang peduli dengan unsur estetik dalam pembetukan brand.

A: Kenyataannya strategi komunikasi (termasuk bauran promosi, advertising, pr, marketing, dll) adalah cara membangun brand. Bukan karena desainnya bagus, kemudian orang akan inget. Bukan brand ATAU marketing strategy, tapi brand DAN marketing strategy.

Q: nah kalo gitu gimana? apa lebih mudah atau harus melihat pola pikir pasarnya lagi? siapa tau pasar ngga peduli dengan unsur2 estetik, mungkin buat pasar malahan lebih penting produknya, distribusinya atau malah harganya lebih penting dari desain packaging, logo, etc.

A: Kenyataannya pasar tidak terlalu ngurus apakah tipografinya bagus, kerningnya OK, ilustrasinya pas atau warnanya kena. Setelah tujuan komunikasi ditentukan, maka desain logo harus balik kepada konsep tersebut.

Ambil contoh, waktu kita ngeliat logonya Garuda, kesan apa yang kita terima (bagus, gagah, keren?) Kemudian tugas dari advertising dan PR membangun komunikasi dari niat Garuda. Publik memberikan judgment apakah komunikasi tersebut dan logonya nyambung.

Ambil contoh lain lagi, siapa sih yang peduli apakah bulu di Garuda itu kalo diitung adalah 8, 17 dan 45. Ini sangat dangkal dan literer. Secara emosional, tidak banyak orang mampu relate kepada simbol tersebut. Apakah waktu ngeliat simbol tersebut kita punya konotasi sama (bagus, gagah, keren?).

Tugas kita sebagai desainer adalah memiliki kepekaan sebagai seorang yang mampu mewujudkan tujuan atau konsep dari korporat melalui bahasa visual. Bagus dan tidaknya logo dilihat dari kesesuaian dengan tujuan komunikasi awalnya. Nyampe nggak!?

Mas Novel nyebutin tentang Citibank. Menurut saya redesain logo punya beberapa maksud. Jika mau jujur, mungkin tidak banyak orang yang inget dengan logo lama Citibank, gimana bentuk persisnya, gendut kurusnya, gedhe kecilnya. You know when you see it, right! Tapi begitu ada logo baru, kita jadi memperhatikan, menduga-duga artinya, ngeliat detailnya, kita jadi care.

Kan ini tujuan dari company, make people relate, get in touch, punya hubungan personal. Jika ini tercapai, apapun bentuk dan bagus tidaknya tampilan logo, paling tidak company sudah merasa beruntung bahwa tujuannya tercapai. Akan lebih baik lagi jika ternyata orang mampu menangkap makna yang ingin dikomunikasikan.

______________
Andi S. Boediman
Digital Studio

Friday, May 17, 2002

Bulu Forrest Gump bukan buatan Indonesia

posted at Indo3d mailing list

Saya sendiri punya dokumentasi lengkap tentang pembuatan bulu Forrest Gump dan mestinya saya tidak terlalu tertarik untuk ikut berbantah dengan Boyke saat ia membanggakan karyanya di depan para animator. Saat ditanya oleh orang lain saat itu, ia selalu mengatakan bahwa untuk tekniknya adalah 'rahasia dapur'.

Tetapi begitu keesokan harinya harian Kompas memuat kebohongan besar tersebut, saya langsung menulis artikel dengan seluruh bukti berupa gambar hasil capture video dan buku ILM untuk menunjukkan kebohongan tersebut.

Konyolnya, yang namanya Kompas sebagai harian terbesar kita, sama sekali tidak mau memuat artikel tersebut dengan catatan 'nggak ada tempat' dan tidak ada usaha untuk menganulir kesalahan tersebut.

Pak Dwi Koen sendiri sudah melihat bukti-bukti tersebut dan dia sudah menyuruh Boyke mengaku, ya tapi kayaknya sih nggak bakal deh..

Andi
Digital Studio

Tuesday, May 14, 2002

IdN Fresh Conference - lanjutan

posted at DKV-ITB mailing list by Elwin Mok (www.virtuego.com)

Mau nambahin ttg fresh conference nih.

Gue cuman sedikit nambahin hal-hal yg gue anggap esensial. sekalian ngejawab pertanyaan hafiz, mengenai gejala-gejala dan fenomena ke depan.

1. Attitude utk berani 'gila'.
Dari semua pembicara, secara subyektif yg paling gue suka Joshua davis (http://www.praystation.com). Cara presentasi dia memang menarik (ekspresif), dan ada satu hal yg menurut gue dia garis bawahi banget adalah soal "attitude". Gambarannya, di awal presentasi dia, dia cerita soal keisengan dia (ngecat matanya jadi merah, ngecat mukanya jadi item - utk ngisengin anak-anak yg dateng kerumahnya pas hallowen). Yg mau dia sampaikan adalah, bagaimana asal muasalnya dia bisa menemukan coding actionscript yg kemudian menjadi basic dari karya-karyanya (yg membuatnya terkenal) sebenarnya berasal dari 'keisengan-keisengan' dia utk melakukan hal-hal yg 'tiada guna' bagi orang umum. Attitude ini juga tampak waktu dia menjawab pertanyaan mengenai suasana kerja di kantornya, jawabannya adalah dia memasang console game di kantor sehingga para karyawan menjadi betah banget di kantor. Prinsip dia adalah work hard, play hard.

2. Jepang cahaya asia. :-)
Kalo orang Indonesia suka gak pe de karena gak bisa inggris waktu ketemu klien bule di INDONESIA!! Saudara tua kita berani ngomong di forum sebesar freshconference dengan bahasa inggris yg baru dipelajari selama 3 bulan. pe de lagi!!! Emang salut juga gue ama Nippon-nippon itu, yah abis emang harus diakui jago sih. devilrobot dengan pe de -nya jadi pembicara dengan membaca tulisan di kertas sambil terpatah-patah. dan juga si legend Yugo Nakamura (http://www.yugop.com) malah pake translator. Hal ini memang mungkin agak out of context sama desain, cuman yg bisa gue tangkep dari fenomena ini, bahwa desain memang bahasa universal. Good design is good design - good designer is good designer.. Terserah mau in english kek. atau apapun. Kalaupun ada desainer kita yg emang gak bisa bahasa inggris, yg akhirnya lebih menghambat kemajuan dia bisa jadi bukan ketidakmampuan berbahasa inggrisnya, tapi karena gak pe de-nya.

3. Coding bukan barang haram.
Gue berangkat ke freshconference dengan mindset bahwa desainer multimedia adalah satu hal, dan programmer multimedia adalah satu hal. Tapi di sana gue agak kaget ternyata para maestro desain tsb adalah penemu coding yg mereka gunakan. Bahkan banyak inovasi mereka justru terletak pada coding tsb. Kesimpulannya (setelah diskusi sama temen-temen dodi,kohar dll), gejala ini adalah bukti profesionalisme mereka. Kalau mereka sudah memilih jadi desainer dynamic media, penguasaan bahasa pemrograman (banyakan actionscript flash) sudah menjadi resiko profesi. Ibaratnya desainer grafis ngerti CMYK kali yah.

4. Fine art desainer?
Satu gejala menarik adalah bahwa beberapa pembicara yg presentasinya edan (versi gue), ternyata backgroundnya fine art. Andrias (http://www.wireframe.co.za) dan Joshua davis adalah contohnya. Andrias lulusan seni grafis dan patung, Joshua Davis seni lukis. Yg formal dkv, yg gue tau cuman Stefan sagmeister (dari pratt lho..). Gak tau ini suatu kebetulan ato bukan, tapi gue ngeliat ada kemungkinan para lulusan seni ini justru lebih besar curiosity-nya utk bereksperimen dgn media baru ini, dibandingkan dengan desainer dkv yg mungkin udah terjebak dengan rutinitas pekerjaan sehari-hari.

5. Eropa memang tetep 'berkonsep'
Ini keliatan banget dari buro destruct (http://www.burodestruct.net ) yg dari swiss. Ini pembicara favoritnya kohar (dkv90). Presentasi mereka bener-bener nunjukin eksplorasi konsep yg sangat mendalam. Misalnya, mereka hunting foto-foto di berbagai kota, utk menemukan original logotype yg diperkirakan akan punah gak lama lagi (original logotype maksudnya logo-logo sederhana yg dibikin oleh orang awam, misalnya logotype "simpang raya", atau toko buku "yosiko" dll). Logo-logo tsb kemudian mereka kumpulkan dan mau mereka "lestarikan" di kota virtual yg mereka buat di web, yg bisa dikunjungi secara virtual reality (kayak quictimeVR /VRML gitu lah). Selain itu, mereka juga bikin kota virtual yg dibentuk dari font-font. Gelo kan, eksperimen konsepnya. niaaattt banget.. Tapi seru sih ngeliatnya.

6. Neville Brody udah tua.
Presentasinya gak segarang desain-desainnya. dan kata ugi, istrinya Black 100%, tambah Cyan 40% malah.he he he. intermezzo aja.gosip celebritis desainer.hua ha ha ha

7. Desain grafis akan punah?
Nah ini fenomena yg paling menarik menurut gue, makanya gue taro belakangan. Ini juga salah satu pertanyaan dari peserta utk para pembicara (di round table forum, dimana beberapa pembicara duduk bersama dan ada session Tanya jawab). Dan mungkin juga jadi pertanyaan dari pembaca milis yg kebetulan gak tertarik sama dynamic media (gue pake istilah yg dipake sama penanya di forum itu). Kebetulan pembicara yg dari pure graphic hanya Stefan sagmeister dan Neville brody. Yg jawab, akhirnya si Stefan, namun jawabannya menurut gue klise aja. Bahwa desain grafis gak akan mati. dst-nya.

Kalau dilihat dari fenomena komposisi pembicara, mungkin akan kelihatan gimana dynamic media mulai mengambil porsi yg besar di dunia dkv. Tapi gue ngelihatnya ada beberapa alasan, pertama, dynamic media relatif baru - keterpesonaan atas sesuatu yg baru memang wajar. Kedua, karena emang naturenya attach sama internet yg luas jangkauannya, showcase bagi dynamic media akan lebih cepat meluas. Illustrasinya: kalo elo bisa bikin website yg lebih keren dari yugop.com misalnya. dalam waktu relatif singkat (lewat kemudahan memasang di archive web-web keren http://www.coolhomepages.com misalnya, ato yg lainnya lagi), eksistensi elo akan cepat meluas secara internasional. Beda kan kalo misalnya ada desainer grafis di Surabaya yg sekarang bisa bikin kerjaan grafis yg lebih keren dari Neville brody, mungkin dia akan dapet pengakuan kalo udah menang award commarts dsb-nya (itupun kalo ybs ngedaftar).

Terlepas dari masalah eksistensi/pengakuan tsb, gue pribadi sih berpendapat bahwa memang pure graphic design jelas gak akan punah. Cuman memang gak begitu hype lagi. Yah karena memang media baru udah muncul di depan mata, dan tantangan-tantangan berkesperimennya terbuka besar banget.

Kalo mo ditarik balik ke strategi institusi pendidikan desain, menurut gue sih mau gak mau dynamic media ini harus jadi pertimbangan. Emang sih setan coding harus ditaklukan. Karena ketika penguasaan basic dynamic media (penguasaan user interface, logika, actionscript mendasar flash, atau lingo director misalnya) sudah jadi standar/passing grade desainer dkv, eksperimen secara mendalam baru bener-bener dapat dilaksanakan (spt apa yg dilakukan master-master pembicara di atas). Pada tahapan itulah, modal imajinasi desainer dapat bener-bener menunjukkan kedigdayaannya. Mengutip kata-kata Albert Einstein: "Logic can take you from A to B, Imagination can take you anywhere."

Sorry kepanjangan, ditunggu tambahan (dodi,kohar,jerry,ugi dll) ataupun tanggapannya dari yg lain.

Thanks.

Best Regards,

Elwin Mok
----------------
http://www.virtuaego.com


posted at DKV-ITB mailing list by A. Adityawan S.

Saya mau ikut nimbrung ttg. oleh2 dari bung Andi S. Boediman:

1. Seniman dan Desain Grafis
Iya tuh saya sering bingung kalo melihat terobosan-terobosan para seniman dalam desain, seperti Starck (desain produk) atau seniman-seniman polandia yang ngedesain poster yang keren-keren. Di Indonesia saya liat juga banyak misalnya aja: para pedesain jagoan yang ngebangun dkv-itb lalu jadi dosen-dosen pertama, banyak yang berlatar belakang pendidikan fine art. Emang sih kalo kita liat asal-usul desain itu dari fine-art ya enggak perlu heran ya... Tapi yang jadi pertanyaan saya: jangan-jangan ada yang salah dengan sistem pendidikan desain kita ? Atau itu sekedar akibat sistem industri moderen yang menaungi desain, sehingga membuat desainer jadi sangat praktikal?

2. Tanggung jawab sosial
Kalo kita mau sok ngebuat tahapan perkembangan desain dalam sejarah DKV Indonesia misalnya, menurut saya DKV di indonesia memasuki satu tahap peran yang baru ketika masa reformasi (yang sekarang sudah mati - kata cak Nur), yaitu peran sosial-politik. Kita liat banyak banget elemen grafis yang berperan dalam pergerakan mahasiswa sampe Pemilu 99. Konon cerita fotografer Anatara, ada lembaga penelitian Belanda yang menugaskan fotografer Indonesia untuk dokumentasikan elemen grafis mulai dari stiker, spanduk, poster selama reformasi 1998 tersebut. Kalo cerita teman saya itu bener, dalam faktor pendokumentasian orang indonesia ketinggalan lagi.

Tapi terlepas dari itu semua, kita enggak perlu buat dikotomi desain yang idealis/komersial. Kalo menurut saya yang penting, apapun karya seorang desainer selama bisa dipertanggungjawabkan dalam konteks sosial-budaya maka desain itu sudah masuk kategori
desain yang benar secara etik.

salam
A. Adityawan S.

IdN Fresh Conference

Fresh Conference diadakan di Singapore Expo Hall yang terletak dekat dengan airport Changi. Acara ini dihadiri oleh lebih kurang 3000 orang dari berbagai negara. Rekan-rekan dari Indonesia yang hadir sekitar 70 orang. Ruangan yang digunakan menyerupai Hall A atau B di PRJ.

Selain acara conference, terdapat juga pameran instalasi dari beberapa artis pembicara Conference dan juga pameran dari berbagai vendor. Pameran dari vendor ini hanya ramai saat break saja.

Pada acara Conference, tiap pembicara mendapat waktu 1 jam untuk melakukan presentasi (tanya tanya jawab). Acara dibuka dengan Stefan Sagmeister (desainer music graphic yang sangat terkenal di New York). Stefan sudah merilis buku Made You Look (gambar anjing warna merah) dan berisi portfolio karya-karyanya di music graphic. Meskipun demikian, ulasan Stefan memperlihatkan konsep yang berbeda. Saat ini ia sedang mempertanyakan kembali mengenai tujuan dari perusahaan desain yang ia pimpin. Pertanyaan retorik yang dilontarkannya adalah 'Design baik + Alasan Yang Jelek = Desain yang Jelek!, Design Jelek + Alasan yang Baik = Desain yang Baik.' Contoh yang disampaikannya adalah logo Palang Merah yang merupakan kebalikan dari bendera Swiss. Di situ tidak perlu ada proporsi, standar atau referensi baku, tetapi kesederhanaan untuk mereproduksi dengan mudah. Ini adalah salah satu contoh desain yang amat berhasil dari sisi tanggung jawab sosial. Mudah direproduksi, dimengerti semua orang. It's the meaning that matter. Ia mengkritik karyanya sendiri saat ia bekerja di Hongkong untuk salah satu kliennya. Penggunaan teknik embos, hot stamping, cetak 6 warna dengan lembaran kalkir di setiap halaman, padahal seluruh message yang ingin disampaikan bisa hanya menggunakan selembar kertas. Contoh lain lagi adalah ia mendesain packaging berisi roti dan perangkat seperlunya untuk kepentingan bencana. Packaging kosong ini bisa disusun untuk menjadi shelter. Ini semua adalah contoh dari desain yang PUNYA TANGGUNG JAWAB.

Pandangan pribadi: kelihatannya Stefan Sagmeister mulai meninggalkan style dan 'cool'. Ia mengikuti jejak mentor dan bekas atasannya, Tibor Kalman, dengan mengambil inti dari desain yang keluar dari style dan merujuk pada content dan message.

Acara selanjutnya adalah presentasi dari Michael Schmidt dan Toke Nygaard dari K10K.net. Situs yang amat populer sebagai sumber informasi bagi desainer dan developer web ini ternyata bermula dari hubungan kerja online yang terbina oleh mereka. Kekompakan yang luar biasa juga terlihat dari penampilan mereka (yang sama-sama gundul) dan presentasi mereka yang saling isi mengisi. Mereka menekankan pada penentuan visi, sistem kerja, deadline dan sistem backend yang bagus. Sebagai situs nonkomersial, mereka telah mendonasikan waktu dan dana yang luar biasa untuk proyek tersebut. Bahkan pekerjaan klien merupakan pekerjaan sambilan. Salah satu pesan adalah 'Jangan mengharapkan uang!' dari proyek personal semacam itu. Kolaborasi yang terjalin antara keduanya demikian dekatnya sehingga di dalam satu hari mereka bisa saling kirim mengirim email hingga 50 buah. File layout situs di Photoshop bisa saling dikirim dengan komentar, catatan dan koreksi. Ini layaknya orang melakukan chatting tapi menggunakan email. Arsitektur backend yang baik digunakan untuk melakukan content management karena artikel disumbang oleh cukup banyak editor. Meskipun ada kalanya mereka menerima kritik-kritik yang menyakitkan hati, yang penting adalah don't take it personal. Cukup banyak orang yang menikmati hasil kerja mereka tetapi tidak menyempatkan diri untuk mengirimkan encouragement. Mereka juga menyatakan bahwa cukup mudah untuk mencari orang yang ingin terlibat di web, orang yang baik dan mau melakukan komitmen. Kapan mereka berhenti untuk membuat situs non profit mereka? Saat itu tidak lagi fun!

Diselingi oleh presentasi dari Adobe dan Apple, acara Conference dilanjutkan oleh Joel Baumann dari Tomato Interactive. Ia membahas workshop yang ia lakukan dengan beberapa peserta conference. Karya yang menarik adalah membuat multimedia yang interaktif melalui input suara dan gerak. Engine yang dibuat dalam bentuk program tersebut pernah diaplikasikan untuk menampilkan elemen visual yang interaktif berdasarkan beat dari musik dan dipasang untuk rumah musik. Tomato Interactive mampu membuktikan bahwa karya eksperimental bisa selaras dengan proyek-proyek komersial.

Andreas Odendaal dari Wireframe Studio mengisi sesi selanjutnya. Meskipun berlatar belakang fine art, karya-karya interaktifnya menunjukkan kepiawaian yang luar biasa di sisi programming. Ia membuat kerangka yang tergantung tali seperti pinokio tetapi bisa memberikan respon untuk bergerak, berjalan dan terayun berdasarkan gravitasi. Ia juga membuat lansekap isometrik 3 dimensi dengan bola sebagai elemen interaktifnya. Dengan logika collision detection dan gravitasi, bola bisa bergulir ke tempat yang lebih rendah dan berespons sebagai elemen interface. Menarik lebih jauh, ia merancang aplikasi di dalam Flash untuk membangun lansekap isometrik 3D seperti menggunakan software 3D sederhana (agak mirip dengan logika software semacam KPT Bryce). Contoh paling spektakuler adalah game yang menampikan mobil Volkswagen yang bisa dikemudikan dalam ruang isometrik (bisa mengebulkan asap lagi !:)

Hari pertama ini diakhiri dengan presentasi spektakuler dari Joshua Davis yang terkenal dengan Praystation.com. Ia menunjukkan karya-karya lukisnya yang kemudian dibakar untuk menghasilkan retakan cat dan foto close up di mana ia memoleskan pewarna makanan di matanya. Yang ingin disampaikannnya adalah SIKAP tersebut, di mana ia selalu bertanya 'Kenapa Tidak?' sebelum membuat karya baik secara konvensional ataupun digital. Ia memulai situs praystation.com sebagai situs eksperimen pribadi, dengan mulai membuat fungsi yang menghasilkan artwork yang random. Fungsi tersebut dikembangkan dari waktu ke waktu untuk menghasilkan karya yang makin lama makin kompleks. Di sini peran desainer lebih kepada menciptakan suatu environment ketimbang mengontrol hasil akhir. Melalui kombinasi Flash dan Director, ia melakukan eksperimen selama 2 tahun dan menghasilkan file sekitar 3700 buah. Yang ia posting di web site hanya sekitar 50 buah saja. Ia mendapatkan penghargaan fine art dari Eropa dan ia pernah ditanya faktor apa yang bisa menentukan seseorang berhak menjadi pemenang award. Ia menjawab dengan sederhana bahwa jika seseorang bisa menjawab pertanyaan tersebut, orang tersebut tidak lagi sibuk berkarya menghasilkan karya terbaiknya.

Lanjutan hari kedua diawali oleh presentasi dari Neville Brody yang sangat terkenal di tahun 80-an dengan karya eksperimentalnya di majalah Fuse. Seperti halnya Stefan Sagmeister, presentasinya tidak menunjukkan karya-karya pribadinya tetapi malah menunjukkan suatu tanggung jawab sosial yang amat besar. Kenyataan yang dibahas adalah dominasi ekspor negara maju di bidang kekayaan intelektual pada akhirnya akan merugikan negara sedang berkembang. Perkembangan brand secara global akan mendominasi wajah dari kota-kota dan membuat dunia yang makin mirip.

Presentasi dari Daljit Singh menunjukkan proses pembuatan multimedia interaktif yang menggunakan ruang 3 dimensi sebagai medium eksperimentasi. Ia menunjukkan bahwa inspirasi bisa berasal dari hal yang amat sederhana, di mana ia mendapatkannya dari melihat perangkat furniture knock-down yang akhirnya diabstraksikan menjadi elemen-elemen 3 dimensional baik untuk interface maupun animasi.

Devil Robots dari Jepang yang diwakili oleh art director dan scriptwriternya merupakan penyegar acara. Meskipun dengan bahasa Inggris yang amburadul dan membawa-bawa script untuk menyampaikan presentasinya, ternyata presentasinya menjadi segar karena pengunjung seakan-akan melihat acara setengah Srimulat :). Mereka sendiri menunjukkan karakter Tofu-Man yang cukup populer di Jepang dan telah dilicense untuk beragam merchandise.

Futurefarmers dari San Francisco menunjukkan karya-karya multimedia yang mengkombinasikan elemen 3dimensi interaktif dalam bentuk game. Karya dari Amy Franchescini dan Josh On ini terlihat sangat new age. Selain karya multimedia, terdapat juga karya-karya eksperimental berupa instalasi.

Yugo Nakamura yang sangat terkenal dengan yugop.com mengulas proses berpikir yang mengawali situs. Sayangnya pada sesi ini, Yugo menggunakan bahasa Jepang dan translator yang menyampaikannya dalam bahasa Inggris kurang begitu jelas sehingga cukup banyak pengunjung yang tertidur atau meninggalkan ruang.

Ryota Kuwakubo dari Vectorscan yang berlatar belakang product design membawa contoh-contoh karya eksperimental produk yang sangat menarik melalui kombinasi produk, elektronik, komputer dan interaktifitas. Salah satu karyanya diletakkan sebagai bagian dari instalasi game anak-anak yang dipasang di museum.

Buro Destruct bercerita tentang eksplorasi tipografi mereka seperti typotown yang menggunakan tipografi sebagai ruang eksplorasi 3 dimensi. Proyek lain yang ditunjukkan adalah usaha merekam tipografi di kota-kota yang pernah mereka kunjungi dan membuatnya menjadi display type dan juga menjadi artefak di situs web. Hal ini adalah untuk menjawab budaya globalisasi di mana satu hari nanti semua wajah kota akan didominasi oleh brand global yang terlihat sama semua.

Tom Roope dari Tomato Interactive menutup hari kedua dengan menunjukkan karya-karya lain mereka yang didominasi oleh kombinasi suara, gerak dan interaktivitas.

Kesimpulan: Hampir seluruh artis yang hadir menunjukkan karya-karya personal mereka dan rata-rata dari mereka cukup sukses untuk membuktikan karya tersebut bisa berhasil secara komersial. Dari sisi pengunjung, mayoritas adalah generasi muda. Ini menunjukkan bahwa dunia desain eksperimental memang sangat menarik dan memberikan semangat kepada mereka untuk terus berkarya.
______________
Andi S. Boediman
Digital Studio