Showing posts with label ict. Show all posts
Showing posts with label ict. Show all posts

Saturday, October 31, 2009

Open Source, Upaya Membangun Kemandirian Bangsa

catatan dari GCOS–Global Conference on Open Source, 26-27 Oktober

Komunitas kreatif Bandung hidup dan berkembang karena adanya akses ke teknologi melalui internet dan jumlah komunitas anak muda yang cukup banyak termasuk di dalamnya ada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Inilah kesimpulan yang saya tarik dari perbincangan dengan Gustaff Hariman Iskandar dari Commonroom. Menjadi menarik karena Bandung yang telah menjadi Creative City, dengan karya tak hanya dinikmati masyarakat lokal, bahkan terkesan aneh, komunitas yang tak punya culture center, tak punya arena cukup untuk berekspresi, tapi siapa sangka para talent-nya beredar luas di dunia internasional? Mulai dari kriya seni klasik sampai kontemporer atau perpaduan keduanya.

Mahalnya perangkat lunak memaksa mereka menggunakan software bajakan, keterbatasan arena berupa pusat-pusat berekspresi dituangkan dalam arena tanpa batas di dunia maya melalui internet yang diakses mulai dari hotspot area atau warnet. Dan secara alami, proses pembelajaran terbentuk dengan sendirinya, seperti laiknya inkubator teknologi ala Silicon Valley.

Unik, ternyata seni budaya mampu melampaui batas-batas wilayah, di mana para insan kreatif melakukan konser, diskusi antar komunitas melalui acara kopi darat maupun lewat internet. Budaya Bandung adalah budaya urban, sehingga amat mudah untuk mengalir ke Jakarta atau bahkan Kuala Lumpur. Ini tercermin dari diskusi dari anak muda di Kuala Lumpur bahwa mereka harus menyempatkan diri ke Bandung untuk merasa dirinya cool.

Kota Yogyakarta bisa dikatakan sebagai sebuah kota dengan karakter yang mirip dengan Bandung dengan ciri khas yang berbeda. Komunitas di Yogya yang menjadikan gandhokan [kongkow] sebagai ajang tukar informasi, juga unjuk diri. Ini sangat mencerminkan budaya Jawa yang terbuka, sehingga mereka yang berasal dari Yogyakarta memiliki kepekaan atas budaya dan selera grass root, yang sangat membumi dan mudah menjadi getok tular di masyarakat Jawa.

Di kedua kota ini, Bandung dan Yogyakarta, lahir kreator-kreator baru, yang mampu mewakili budaya pop berasal dari Bandung, yang merepresentasikan wong cilik datang dari Yogyakarta. Kita memang kaya akan kreativitas!

Dilema Kreator

Pada akhirnya, proses berkreasi adalah untuk berekspresi. Yang membutuhkan tempat, dan ketika menjadi bernilai ekonomi, mereka butuh legitimasi.

Mereka yang kreatif bidang multimedia misalnya, terus berkarya sementara dihadapkan pada dilema mahalnya software legal ketika harus mencipta.



Dengan menyaksikan tayangan film animasi Big Buck Bunny yang digarap dengan Blender–software animasi open source, ke depan ada harapan baik bagi para kreator. Mulai dari software, waktu dan kreator, semua komponen dari film ini merupakan kontribusi bersama-sama dari komunitas open source. Bukti nyata dari spirit gotong royong di dalam dunia maya.

Adez Aulia dari IDS|international design school, mengamati bahwa demikian banyaknya komunitas kreatif underground di berbagai daerah, masih kesulitan dalam mengakses internet baik untuk mendapat informasi maupun berkompetisi menunjukkan karya mereka kepada masyarakat luas. Belum lagi ketika karya tersebut akan dijual, tentu dibutuhkan syarat bahwa karya harus menggunakan software legal. Ini adalah dilema bagi para kreator, proses belajar dibatasi oleh keterbatasan ekonomi.

Alhasil, workshop animasi Blender padat diikuti peserta meskipun bermodal laptop yang harus dibawa sendiri. Ini adalah usaha kemandirian yang patut dihargai.


GCOS: Sebuah Komitmen dan Dedikasi

Global Conference on Open Source yang digelar 26-27 Oktober lalu, mendapat apresiasi lar biasa dengan mendatangkan tamu dan pembicara dari 15 negara. Sunil Abraham misalnya, pembicara pada asal India untuk sesi Making Open Source The Driver for Development, merasa terkesan dengan sambutan masyarakat dan pemerintah Indonesia yang luar biasa, bahkan telah terbentuk komunitas open source di Indonesia yang cukup besar sehingga dapat menyelenggarakan GCOS. Sunil, juga bangga dapat berbicara di forum internasional bersama pembicara lain yang menurutnya seperti berbicara di India, karena disini juga berhadapan dengan problem dan karakteristik masyarakat yang hampir sama, butuh software murah untuk saving cost.

Kabar baik dari buah obrolan dengan Betti Alisjahbana mewakili AOSI [Asosisi Open Source Indonesia] dan Lolly Amalia selaku Direktur Sistem Informasi Ditjen Aptel Depkominfo, selain kedua belah pihak telah saling bertemu visi dengan melaksanakan GCOS secara bersama-sama, di antara kedua pihak telah ada kesepakatan saling membantu aplikasi Open Source di seluruh Indonesia. Untuk mengatasi kendala profesionalitas AOSI dalam memberikan layanan sebagaimana tuntutan kebutuhan saat ini, Betti bahkan sedang dalam proses mengorganisir kekuatan-kekuatan di dalam AOSI untuk bernaung di dalam sebuah payung badan usaha profesional.

Onno W Purbo, penggiat open source, meyakini free open source software [FOSS]  akan menjadikan Indonesia sebagai 'Knowledge Based Society'. Dan dari  pihak pemerintah, telah dicontohkan oleh Kementrian Riset dan Teknologi (KNRT) dalam penerapan eGovernment secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien untuk meminimalisir korupsi di lingkungan departemen dan pemerintahan.

Dalam bincang-bincang dengan Ditjen Aplikasi dan Telematika Depkominfo Ashwin Sasongko, ia mengandaikan Free Open Source Software seperti air mineral yang bisa diambil gratis dari pegunungan, tapi distribusi dan pengemasannya harus bayar.

Betti Alisjahbana berujar “Saya ingin memperkenalkan profesionalisme di dalam open source,” yang artinya menjadikan Open Source menjadi berkesinambungan. Perangkat lunak bisa gratis, tetapi proses support dan pembelajarannya haruslah dikelola secara profesional dan akan menjadi revenue stream bagi pelakunya.


Open Source adalah Pilihan untuk Kemandirian

Open Source adalah sebuah pilihan, demikian menurut Direktur Sistem Informasi Ditjen Aptel Depkominfo Lolly Amalia. Dan kepentingan pemerintah adalah memfasilitasi, mendorong pemakaian software legal yang sesuai kemampuan daya beli masyarakat. Pasca surat edaran Menpan bulan maret 2009 lalu, sudah ada sekitar 100 lebih pemerintah daerah yang mengajukan permohonan untuk menggunakan open source dan Depkominfo Bersama KNRT [Kementerian Negara Riset dan Teknologi] mengadakan pelatihan SDM mulai dari mengoperasikan software untuk perkantoran, sesuai kebutuhan administratif pemerintahan.

Apa yang dilakukan dalam sinergi Depkominfo, KNRT, Depdiknas, Menpan adalah sebuah komitmen, bahkan tertuang dalam program di mana pada Desember 2011 ditargetkan pengaplikasian open source di seluruh jajaran instansi dapat terwujud.

Keinginan pemerintah tersebut bukan pula tanpa dasar, dengan isu utama dalam open source adalah low cost, mencegah terjadinya pembajakan software, dan mampu memberikan keuntungan bagi Negara. KNRT misalnya yang secara bertahap mengaplikasikan open source sejak 2005, telah menghemat biaya pembelian lisensi sebesar 40% dan bisa ditingkatkan menjadi 60%.

Tak hanya menjawab kebutuhan kalangan UKM yang ingin berhemat memangkas biaya operasional namun tetap berada pada jalur legal, ternyata juga memberikan kontribusi penghematan anggaran bagi pemerintah Negara berkembang seperti Indonesia karena memberikan pilihan atas hegemoni perusahaan software.

Pemerintah yang telah memulai aplikasi open source meski hanya berbekal surat edaran Menpan, perlu meningkatkan komitmen dan dedikasinya dengan penerbitan regulasi lebih mengikat dan ’memaksa’ yang di dalamnya tak hanya berisi himbauan, namun juga proteksi. Dan jika Depkominfo dan Depdiknas dapat bersinergi melalui program pendidikan open source, akan menjadi awal yang baik memperkenalkan dan mengajarkan open source sebagai sebuah wujud kemandirian bangsa yang tak lagi terjajah secara teknologi.

Open source akan menghapus jejak Indonesia dari ranah pembajakan software propriety yang dari pengguna komputer di Indonesia diperkirakan hanya 4% menggunakan software legal.

Ketika kita masuk ke dalam era perdagangan bebas, kita perlu bebas dari rasa takut bahwa kita telah melanggar hak cipta dan tidak lagi bisa duduk sama tinggi dengan bangsa lain.


Menciptakan Adopsi FOSS [free open source software]

Mereka yang pertama kali menggunakan software open source seringkali enggan karena antarmuka baru, sehingga adopsi di dunia profesional menjadi relatif lebih sulit karena warisan sistem yang sudah teradopsi.

Dari pengalaman saya sebagai nara sumber pengembangan kurikulum SMK Grafika, Animasi dan Multimedia oleh Dikmenjur beberapa tahun lalu, ternyata membuahkan hasil luar biasa di mana siswa setingkat SMK telah mampu mengikuti World Skill Competition–lomba kompetensi tingkat dunia.

Untuk memulai adopsi baru, lebih mudah untuk menargetkan kepada generasi yang masih dalam proses belajar. Target utama adalah SMK yang dimulai dari pelatihan atas guru-guru SMK, dan para guru ini yang akan menyebarkan ke para siswa. Dukungan Diknas sangat diperlukan untuk menjadikan open source bagian dari pembelajaran SMK.

Dalam waktu 3 - 5 tahun, ketika jumlah mereka yang kompeten di bidang open source ini makin banyak, tentu perusahaan-perusahaan tidak lagi enggan untuk menggunakannya karena cukup banyaknya adopsi. Insentif tentunya bisa juga diberikan melalui award kepada institusi yang mengadopsi open source secara luas, baik dari kalangan media, edukasi, pemerintah maupun industri.

Berdasarkan data Sun Microsystems, sejak tahun 2008 telah terjaring komunitas OSS dari Java dengan lebih dari 15.000 pengguna dan hampir 10.000 pengadopsi pemula penggunaan OSS dari 150 perguruan tinggi serta 70 sekolah menengah. Tampaknya, aktifitas AOSI yang menyebarkan ribuan komputer dengan aplikasi FOSS ke sekolah-sekolah mulai terlihat hasilnya.

Free open source software menjadi solusi di tengah upaya menekan pembajakan software proprietary dengan memasyarakatkan software legal di sisi lain memungkinkan nilai tambah kompetitif di tengah proses  membangun kemandirian bangsa.

Saturday, October 24, 2009

Blogger, Keniscayaan Sebuah Kekuatan Baru

Indonesia Raya – lagu kebangsaan yang sudah sekian lama tidak lagi terdengar diekspresikan oleh seribu blogger atas kecintaan atas Indonesia. Luar biasa! Ini adalah spirit “One Spirit, One Nation” dan merupakan tema Pesta Blogger, demikian mengutip dari Iman Brotoseno, Ketua Panitia Pesta Blogger 2009.

Acara ini dibuka oleh Tifatul Sembiring, Menkominfo yang mengatakan dirinya juga seorang blogger. Pancaran karisma Tifatul dengan berpantun mengundang tepuk tangan para blogger. Benar-benar kesempatan emas untuk membuka hubungan yang cantik dengan para blogger.

Diskusi dengan rekan-rekan saya di dunia komunikasi dan informasi sebelumnya menyisakan keraguan apakah seorang wakil partai mampu menjadi sosok pemimpin masa depan bangsa kini mulai sirna. Dokumen apik yang berisi platform pembangunan dunia Komunikasi dan Informasi di Indonesia ternyata sudah siap. Demikian pula blue print dari Kadin tentang pembangunan kominfo dari Kadin sudah disampaikan oleh Anindya Bakrie, yang juga hadir pada pembukaan acara ini.

Di samping mereka, wakil US Embassy yang menjadi sponsor tunggal acara benar-benar piawai mengerjakan pekerjaan rumahnya, dengan mengundang blogger dari Amerika untuk membentuk citra positif dan membuka pemahaman multi kultur.

Blog sebagai Media Marketing
Blog saat ini mutlak dipahami oleh praktisi pemasaran karena merupakan bagian tak terpisahkan dari integrasi marketing mix. Tidak heran, Bubu.com sebagai agensi digital dan Maverick, agensi PR menjadi penggagas acara Pesta Blogger ini. Shinta W. Dhanuwardoyo dari Bubu.com mengungkap bahwa kliennya sudah menggunakan integrasi social media, blog, viral dan mobile marketing.

Terbukti hadir pula wakil-wakil perusahaan multinational seperti XL, Unilever, Air Asia, Universal Music, dan banyak lagi. Mereka mengikuti kegiatan ini dengan tujuan membaca trend dan siap menjadikan blog sebagai bagian dari strategi komunikasi.

Nukman Luthfie & Pandji Pragiwaksono adalah beberapa dari blogger yang memanfaatkan media komunikasi ini untuk tujuan pemasaran.


Blogger sebagai Entrepreneur
Dalam pesta blogger 2009 ini, peserta dari luar negeri yang hadir antara lain Brian Giessen asal AS yang bicara bagaimana mendatangkan nilai ekonomi dengan menjadi blogpreneur atau wirausahawan melalui blog.

Tiga blogger lainnya berbicara via Skype ada Mark Frauenfelder (pendiri BoingBoing.net), Corvida Raven (pemilik blog teknologi dan social media SheGeeks.net), dan Arsalan Iftikhar (pengacara HAM internasional dan pemilik blog TheMuslimGuy.com).

Blogger dari luar negeri lainnya antara lain Singapura [mr.brown.com], Vietnam, Bangladesh dan Australia. Blogger Australia, Anthony Bianco (http://thetraverltart.com), berbagi kisahnya sebagai backpacker di Indonesia, berkeliling dari Banda Aceh, Jambi, Pekan Baru, Palembang, Bandung, Semarang dan Surabaya.

Saya mendapat kesempatan bersua dengan beberapa blogger Indonesia seperti Enda Nasution dengan Politikana.com, Budi Putra dan Abang Edwin SA yang kini menjadi bagian dari tim Yahoo! Indonesia, Kristupa Saragih dengan photo blog Fotografer.net, Wahyu Aditya (http://menteridesainindonesia.blogspot.com) dan Arief Budiman (http://mybothsides.com).

Mereka adalah contoh para blogger yang sukses menggunakan kekuatan opini sebagai sumber pendapatan.

Blogger sebagai Kekuatan Sosial
Blogger merupakan kekuatan baru yang dapat menggugah kesadaran bersama dan menumbuhkan solidaritas antar blogger yang datang dari berbagai latar belakang suku, ras, agama, budaya, profesi dan pendidikan. Prita adalah salah satu contohnya, yang mendapat apresiasi para blogger dan anggota berbagai milis sampai kemudian melakukan aksi bersama turun ke jalan.

Prita Mulyasari, perempuan yang sempat dipenjara karena surat keluhannya menyebar di Internet, sejak awal menjadi salah satu ikon yang dikemas panitia untuk hadir pada Pesta Blogger 2009 ini. Prita, dianggap sebagai pihak yang dirugikan UU ITE akibat menyampaikan ekspresi melalui surat elektronik. Kasus Prita menggugah solidaritas bersama pengguna internet seperti milis jejaring, social network dan blogger  untuk bersama-sama melakukan aksi bersama. Prita berbicara di salah satu sesi bersama dengan blogger yang berprofesi sebagai pengacara.

Dalam berbagai kejadian bencana pun demikian, Tsunami Aceh, gempa Yogyakarta-Jateng, gempa Tasikmalaya dan terakhir gempa di Padang, aktifitas blogger banyak membantu baik dalam skala menyambung dan menyebarkan informasi, namun juga mendorong solidaritas masyarakat untuk menyalurkan bantuan.

Twitter, Microblog sebagai Bagian dari Ekosistem Baru
Aktivitas blogger, telah lebih dulu marak sebelum facebook dan twitter digandrungi. Dengan lahirnya Twitter kini banyak blogger jatuh cinta pada penulisan mikroblog.

Di dalam ekosistem komunikasi online, mikroblog adalah yang memberikan popularitas dan membawa traffic. Seperti halnya signage di jalan raya akan mengundang rasa ingin tahu dan daya tarik awal. Blog sendiri akan eksis sebagai menu utama. Kedalaman konten yang membuat pembaca menjadi terpesona. Konten blog biasanya juga dikemas sedemikian rupa sehingga enak dibaca, bahkan bisa jadi referensi.

Twitter menjadi hard news, atau kejadian, berita dan opini real time. Blog menawarkan kedalaman, pemahaman dan analisa.

Blogger sebagai Kekuatan Politik
Mengapa ketua partai mejadi Menkominfo? Mengapa Ketua Kadin menghadiri Pesta Blogger? Mengapa US Embassy menjadi sponsor tunggal dari pertemuan komunitas?

Dalam sebuah kesempatan hadir di Jakarta, DR. Mahathir Mohammad, mantan Perdana Menteri Malaysia bahkan mengatakan bahwa ke depan, Blogger akan menjadi kekuatan politik. Di Malaysia misalnya, aktifitas blogger bisa mempengaruhi peta politik bahkan menggulingkan pemerintahan. Bagaimana dengan Indonesia?

Ini adalah kesempatan, sekaligus tantangan bagi para blogger. Ketika opini bersatu dengan kepentingan, mana yang akan dipilih menjadi yang terutama? Mereka yang awalnya menulis karena kebebasan berekspresi, kini menulis karena upah dan kepentingan.

Mengungkap Masa Depan Blog
‘cogito ergo sum’ atau ‘I think, therefore I am exist’ – Rene Descartes.

Mengutip Budi Putra, Country Editor Yahoo! Indonesia, "Jika nama anda tidak terdetect di search engine, seolah anda tak pernah hidup di dunia ini." Dan jangan heran jika suatu ketika, sepenggal kalimat status facebook anda muncul dalam sebuah ulasan panjang di blog saya, karena saya akan terus menulis untuk diri saya, juga untuk anda. Blog akan menjadi bagian dari eksistensi kita.
Pesta Blogger 2009, diselenggarakan untuk mendorong lebih banyak masyarakat Indonesia terlibat dalam aktivitas blogging dan melakukannya secara bertanggung jawab, konstruktif, dan kritis – dengan kesadaran sosial yang tinggi.

Bagaimana wajah dari para blogger di masa depan? Apakah pesta komunitas akan berubah menjadi batu pijakan untuk mencari kesempatan, karir dan dukungan politis?

Mungkin ini adalah proses kedewasaan yang akan dialami oleh para blogger. Bisa mengundang caci maki, tetapi sekaligus menjadikannya sebagai profesi yang berkesinambungan.

Hi para blogger, siapkan diri Anda! You are the force!

Wednesday, June 03, 2009

ICT Partnership Forum 2009, ”Industri kreatif sebagai kunci perkembangan bisnis telematika masa depan”

Salah satu permasalahan masih terus ada di industri kreatif berbasis TIK, yaitu kebutuhan investasi teknologi yang cukup besar namun siklus hidup teknologi relatif singkat. Untuk itu, industri telematika perlu mencari upaya agar konsumen dapat memanfaatkan teknologi yang tersedia se-optimal mungkin. Sehingga industri telematika dapat memperoleh pendapatan se-maksimal mungkin, dari investasi yang telah dilakukan.

Upaya peningkatan pemanfaatan teknologi telematika secara optimal oleh konsumen hanya dapat tercapai jika tersedia ragam aplikasi dan konten yang mampu memenuhi berbagai jenis kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, dengan mendorong bertumbuhnya industri kreatif berbasis telematika, diharapkan akan berkembang sebuah industri yang akan menjadi motor utama penggerak industri telematika tersebut.

Aplikasi seperti e-learning, tele-medicine, social networking, sampai konten selular seperti mobile magazine, mobile news dan lainnya, adalah aplikasi unggulan yang disinyalir akan mampu menumbuhkan pengguna. Aplikasi unggulan tersebut seyogyanya juga mampu meningkatkan kualitas pengguna, yang akhirnya berujung kepada tumbuhnya industri akibat pemberdayaan pengguna.

ict-4

Untuk mencapai tahap tersebut, lebih dahulu harus terbentuk suatu ekosistem ideal untuk Industri Kreatif berbasis TIK. Hal tersebut yang kemudian oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di tuangkan dalam bentuk Forum Telematika yang akan diinisiasi dalam sebuah kegiatan bertajuk “ICT Partnership Forum 2009 – Industri Kreatif Berbasis Telematika sebagai Kunci Pengembangan Bisnis Telematika Masa Depan” yang diselenggarakan hari ini, Selasa 31 Maret 2009 di Hotel Millenium Jakarta.

Disampaikan oleh Ashwin Sasongko, Sekjen Depkominfo selaku Ketua Bidang ICT PII, bahwa tumbuhnya konten-konten yang bermanfaat harus dapat mengimbangi penetrasi internet yang semakin tinggi. Sementara itu Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo, sebagai panitia pengarah di kegiatan ini, mengatakan Pemerintah membuka diri untuk masukan-masukan terkait keperluan penerbitan regulasi yang terpadu. “Konten-konten yang positif adalah salah satu perhatian pemerintah saat ini” tambahnya.

Indra Utoyo selaku Ketua Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (MIKTI), menambahkan bahwa Industri Kreatif berbasis TIK adalah enabler dari industry telematika saat ini. Melengkapi hal tersebut M. Andy Zaky, Pemimpin Redaksi Teknopreneur mengatakan, “Ekosistem yang sesuai untuk bertumbuhnya Industri Kreatif Berbasis Telematika harus diciptakan bersama-sama oleh segenap stakeholder telematika di Indonesia, sehingga mengakomodir setiap kebutuhan dan dapat mengarah ke peningkatan daya serap pasar telematika di Indonesia”.

ict-3

Sementara itu Menkominfo, Muhammad Nuh dalam pidatonya mengatakan pentingnya 5 C dalam industri kreatif, yaitu Human Capital, Social Capital, Cultural Capital, Technology Capital yang akan memunculkan Creativity. “Kreatifitas tidak cukup hanya bermodalkan Cultural Capital dan Social Capital saja. Technology Capital merupakan komponen yang penting untuk membentuk industri kreatif”. ujar Nuh.

Hadir sebagai nara sumber dalam acara tersebut Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin - Budi Dharmadi, Sekjen Departemen Perdagangan - Ardiansyah Parman, pemusik Anang Hermansyah, Co Founder Main Games Creative Studion - Marlin Sugama, Marketing Director PT. Indosat - Guntur S. Siboro, Operational & Internal Affair Mobile 8 Telecom - Merza Fachys, National Technology Officer, Microsoft Indonesia - Tony Seno, Chairman Tekno Ventura - Amir Sambodo, Ketua Umum PII - Airlangga Hartarto, Ketua Komite Bidang Telekomunikasi dan informatika Kadin - Anindya Bakrie dan Habibie Center - Ilham Habibie, serta Andreas Pardyanto dari MIKTI sebagai moderator.

ICT Partnership Forum 2009 dilaksanakan atas kerjasama MIKTI, PII dan Teknopreneur serta Majalah BISKOM sebagai Media Partner.