Saturday, June 25, 2011

Asia’s Mobile Business Model

mobile asia panel
Hello from sunny Singapore! I’m blogging live from Echelon where we have an interesting panel discussing about mobile business models in Asia.
Moderator:
Panelists:
  • Andi Boediman, IdeoSource
  • Tan Swee Yeong, Angel Investor
  • Sandeep Casi, Cinemacraft
  • Kenny Mathers, Nokia
#1040: Panelists are doing their introductions, warming up.

#1046: First question: What’s going on with mobile in Asia? Sandeep says that smartphones help to open up the Japanese mobile market which was previously very much controlled by the telcos, an interesting trend within Japan. He also feels that mobile is the key content consumption device in Asia, pointing to massive number of mobile users in India.
Swee Yeong believes the fusion between e-commerce and location will be the next big thing, probably larger in Asia than in the U.S in the future. In Indonesia, Andi says that e-payment is gaining quite a lot of traction but there is still a long way to go. If things get better, mobile commerce and other related services like social commerce could be huge in Indonesia, considering the large number of mobile users in the country.

#1057: Andi says BlackBerry is huge in Indonesia, larger than the number of iPhone users. In Indonesia, a lot of companies are providing content as a business model. Surprising, there isn’t much on mobile ads. Virtual goods are gaining steam in Indonesia with Mig33 leading the front. Kenny talks about Angry Birds, whose business model changed largely from only selling game apps to also producing plush toys and other merchandising items. “If you have a good mobile product, the business model can scale to other business forms,” said Kenny.

#1103: “Ringtones could be huge in Asia, and the same goes for the Android platform,” said Sandeep. But Swee Yeong doesn’t agree that ringtones and wallpapers are a good business model. “It’s a sunset industry,” he said. (I’m finding it pretty interesting to see panelist rebutting each other’s points.) Andi says that Angry Birds is a one-off success and that model shouldn’t be followed strictly. It’s tough for developers to create another Angry Birds. Instead stick to the basics, try serve a need.

#1114: Finally, the discussion moves over to location. Swee Yeong says that location is sexy but Sandeep says Foursquare and Gowalla aren’t even profitable. It’s important to build an app that meets a need in order to be able to bring in revenue. It remains to be seen if location can be a successful business model in Asia.

That’s a wrap folks.
photo

photo

Rekap #StartupLokal Meetup v.7 – Re-Educate


Logo #startupLokal

Gak terasa ini sudah ke-6 kalinya kami dari TeknoJurnal mengikuti #StartupLokal Meetup, dan ini sudah meetup ke-7 yang diselenggarakan. Kali ini meetupnya diselenggarakan di Mega Plaza, Rasuna Said, Jakarta dan disponsori oleh AHA dan Nokia (seperti yang sudah diketahui sebelumnya Nokia telah bersedia untuk mendanai #StartupLojal meetup untuk 1 tahun ke depan).
Tema yang diusung di meetup ini adalah Re-Educate…. hmmm…. tema kali ini agak susah dicerna menurut saya secara sekilas, mungkin maksudnya me-”re-educate” para startup dalam mengembangkan startup mereka. Well… lupakan tentang temanya, meetup kali ini bisa dibilang adalah salah satu meetup favorit saya karena topik-topik yang dibicarakan sangat menarik.

Acara dibuka oleh Rakhmat Junaidi dari AHA, direktur dari PT. Bakrie Telecom.
Rakhmat Junaidi
Pak Rakhmat Junaidi

Selanjutnya acara diisi oleh Lingga Wardhana dari TechnoPreneur. Lingga juga adalah pembuat buku dengan judul sama yang sama: TechnoPreneur. Lingga memaparkan bawa negara maju selain dilihat dari faktor faktor ekonomis juga dilihat dari jumlah pengusahanya. Tingkat kelulusan juga menambah tingkat penggangguran kalau semua lulusan  mencari kerja dan tidak ada yang menjadi pembuka lapangan pekerjaan. Ia juga membahas tentang pardigma baru di dunia akademik. Harusnya ada mentoring entrepreneur di silabus akademik. Dan juga, dengan bekerja itu juga adalah sudah merupakan mentoring yang bagus untuk mengetahui sistematis sebuah perusahaan. Jadi walaupun punya idealisme jadi seorang entrepreneur ada baiknya menimba pengalaman bekerja terlebih dahulu, supaya pandangan tentang sistematis perusahaan bisa diketahui.

Poin poin penting dari bukunya mas Lingga Wardhana mengenai hal apa saja yang sebaiknya dilakukan jika ingin menjadi TechnoPreneur,  juga dijabarkan di meet up kali ini. Berikut hasil rangkuman dari tim teknojurnal:

Learn for the expert. Belajar dari yang lebih ahli merupakan poin penting. Jangan terlalu tinggi hati dengan pengetahuan yang kita miliki. Seharusnya proses mentoring untuk entrepreneur dijadikan sebuah mata kuliah di kalangan para mahasiswa, supaya selain baik dari segi teknis para mahasiswa juga baik dari segi entrepreuner.

Amati tiru modif. Tirulah dengan kreatif, kemudian sesuaikan dengan kebutuhan pasar, lalu buat keunikan dari hal yang di tiru tersebut. Jadi tidak harus mulai semua dari nol, dengan belajar dari ahlinya kita bisa mengamati hasil karyanya kemudian bisa kita buat duplikatnya dan kemudian kita modifikasi sesuai kebutuhan pasar. Tidak sedikit para follower yang malahan lebih sukses dari perintisnya. Coba saja kita berkaca pada produk produk Cina. Akan sangat terlihat follower bisa sukses melebihi yang di follow, hehehe..

Encourage yourself for global competition. Bersaing dengan dalam sebuah kompetisi bisa mengajarkan banyak hal mulai dari perencanaan, team work, sampai kedisiplinan. Apalagi jika ditambah memenangkan sebuah kompetisi global. Eksposure pastinya di dapat, sebanding dengan kerja keras. Dan pastinya hal ini bisa menjadi value added yang cukup tinggi.

University as a trigger for technopreneur. Seharusnya kampus kampus , universitas universitas di Indonesia dapat menjadi inkubator technopreneur, karena kalau kita lihat setiap tahun pasti ada penelitian baru. Penelitian tersebut bisa diambil dari proses skripsi, tugas akhir, bahkan tugas harian. Tapi realisasi dari skripsi maupun tugas akhir tersebut masih sangat minim, padahal potensi yang dimiliki sangat besar, apalagi didukung dengan proses mentoring yang tepat. So, bisa dibilang mahasiswa saat ini masih mayoritas ahli membuat visi, bukan ahli menjual visi.

Being valuable for investor. Naikan harga anda di mata para investor, bisa dari segi teknis (kemampuan yang kita miliki), kuantitas produk, kualitas sosial, hingga popularitas yang bermutu sesuai dengan keahlian di bidang masing masing.

Lingga Wardhana
Lingga Wardhana

Selanjutnya Andi Sjarief dari SITTI menjelaskan tentang SITTI dan bagaimana SITTI bersaing dengan Google dalam bidang iklan digital. Pak Andi juga menjelaskan tentang keunggulan SITTI dibanding Google di bidang iklan digital. Pak Andi membawakan presentasi SITTI dengan unik seperti biasanya sehingga enak untuk didengar dan tidak membosankan.

Andi Sjarief
Andi Sjarief

Setelah presentasi Andi Sjarief, meetup memasuki sesi panelis. Kali ini panelisnya adalah pak Andi S. Boediman dari Mojopia dan Chandra Marsono, serta dimoderatori oleh Bernardus Sumartok. Tadinya Sarah Lacy dari TechCrunch juga akan mengisi sesi panelis kali ini, namun berhubung dia sedang berhalangan maka tidak jadi.

Panelis #StartupLokal Meetup v.7
Dari kiri ke kanan: Bernardus Sumartok, Chandra Marsono, Andi S. Boediman

Sesi panelis ini sangat menarik karena mas Chandra dan pak Andi sharing-sharing mengenai pengalaman mereka di dunia startup dan mereka memberikan wejangan-wejangan yang berharga untuk para startup. Beberapa poin menarik dari sesi ini adalah sebagai berikut:
  • Pilih dengan bijak apakah ingin mengejar uang atau popularitas, karena memilih untuk mengambil keduanya sekaligus akan berat
  • Para pemilik startup harus memikirkan masalah permodalan, jangan asal tabrak dan nekat. Nekat tapi siap itu lebih baik.
  • Jangan menjadikan startup sebagai sumber penghasilan utama dan tidak mengerjakan yang lain jika penghasilannya masih kecil atau belum ada
  • Startup harus sudah bisa menghasilkan penghasilan sejak hari pertama
  • Jangan terlalu fokus untuk mencari pemasukan dari webnya saja. Web hanya sebagai media, pemasukan bisa dari offline juga
  • Pemasukan model iklan itu gak gede pendapatannya
  • Melayani client besar dengan memberikan servis yang mereka butuhkan lebih sederhana dan berkelanjutan daripada model bisnis berbasis iklan
  • Buat: akses ke pasar, faktor daya tarik, eksposur ke media
  • BRAND lebih bagus daripada BRAIN
  • Indonesia lagi seksi. Mata dunia sedang melihat Indonesia
  • Tidak perlu jadi programmer untuk membuat sebuah online startup
  • Asosiasikan produk yang dibuat dengan bumbu-bumbu luar negeri. Orang Indonesia lebih tertarik dengan atribut berbahasa Inggris.
Masih banyak lagi yang menarik sebetulnya, namun saya tidak ingat semua dan gak mungkin saya tulis di sini semua. Untungnya di meetup kali ini ada yang merekam seluruh kegiatan meetup, tinggal tunggu untuk selesai diupload saja. Akan saya update artikelnya ketika videonya sudah diupload.