Friday, November 18, 2011

TEDxHouston - Brené Brown




Dr. Brené Brown is a researcher professor at the University of Houston, Graduate College of Social Work, where she has spent the past ten years studying a concept that she calls Wholeheartedness, posing the questions: How do we engage in our lives from a place of authenticity and worthiness? How do we cultivate the courage, compassion, and connection that we need to embrace our imperfections and to recognize that we are enough -- that we are worthy of love, belonging and joy? Brené is the author of I Thought It Was Just Me (but it isn't): Telling the Truth About Perfectionism, Inadequacy, and Power (2007) and the forthcoming books, The Gifts of Imperfection (2010) and Wholehearted: Spiritual Adventures in Falling Apart, Growing Up, and Finding Joy ( 2011).

Sunday, November 06, 2011

Deadly Sin: Copycat Advertising

Here's I collect a few deadly sin in Advertising, creating a copycat ads!







Tuesday, November 01, 2011

Focus on Benefit & Value


Focus on Benefit, not Feature

Setiap kali membuat sebuah produk atau layanan, seringkali kita terbuai untuk membuat fitur yang demikian banyaknya. Benefit apa yang didapat oleh pelanggan agar mereka menggunakan produk atau layanan Anda? Contoh sederhana, seberapa sering Anda mengenali semua fungsi di remote control atau kamera. Produk seperti iPod dan Palm mereduksi fitur sesederhana mungkin agar pelanggan fokus kepada benefit yang ditawarkannya.

Tantangan terbesar ketika membuat produk dan layanan adalah memahami kebutuhan pelanggan dan hanya berfokus kepada fitur yang memberikan benefit. Secara sederhana, kita bisa bertanya kepada orang-orang di sekitar kita untuk menggunakan produk dan layanan yang kita ciptakan. Ketika kita memberikan benefit, produk dan layanan ini memiliki value di mata pelanggan.


Value Proposition

Di dalam berinteraksi, kita memiliki value yang kita tawarkan kepada orang lain. Value bisa hadir dalam berbagai bentuk. Ini beberapa contoh value:
  • investment
  • skill and knowledge
  • relationship and network
  • product
  • access to market
  • media
  • attraction factor
  • stickiness factor
  • market adoption
  • intellectual property
Di luar ini masih banyak value lain yang bisa dibangun. Ada value yang tangible dan bisa dikuantifikasi, banyak pula value yang tidak terlihat dan sulit dikuantifikasi. Kacamata sebagai pekerja, pelaku bisnis dan investor memiliki cara pandang yang berbeda ketika membangun value. Seorang pekerja membangun valuenya melalui skill and knowledge untuk membentuk curriculum vitae prestasi di perusahaan. Value ini terletak di orang tersebut dan tidak bisa ditransfer kepemilikannya. Seorang pelaku bisnis membangun valuenya dengan memiliki produk/layanan, akses pasar yang pada akhirnya membentuk relationship dengan pelanggan dan tercipta brand dan trust. Value ini sebagian bisa ditransfer dan sebagian tidak. Seorang investor berkonsentrasi membangun value yang sustainable dan scalable, di mana value ini harus bisa dikuantifikasi dan ditransfer kepemilikannya.

Dalam membangun bisnis, kita perlu fokus kepada value mana yang akan dibutuhkan bisnis tersebut untuk bertahan dan menjadi besar. Ambil contoh perusahaan advertising, karena bentuknya servis, maka valuenya terletak kepada kreativitas sumber daya manusia dan hubungan kerja dengan klien. Perusahaan media, valuenya berada di konten dan akses kepada pengiklan. Perusahaan yang memproduksi konten, valuenya terletak pada kemampuan membuat konten secara konsisten dalam jumlah banyak. Perusahaan yang menjual barang, valuenya terletak kepada produk dan distribusi.

Cara paling sederhana untuk memahami value adalah kita berpikir seakan-akan mau menjual perusahaan kita, apakah ada pembeli yang tertarik. Kira-kira jika mereka tertarik, apa yang membuat mereka mau membayar mahal? Ini adalah disiplin untuk kita berfokus pada membangun value yang paling utama.

Ketika kita menghadapi persaingan di mana barang dan pasar menjadi komoditi, perhatikan value apa yang ditawarkan oleh kompetitor. Jika kita mampu memberikan atau mengombinasikan value yang lebih, kita akan mudah memenangkan persaingan tersebut.


Mitra Strategis

Ketika kita bekerja sama, kita perlu tahu value apa yang ditawarkan oleh mitra kita. Mereka yang valuenya serupa akan cenderung menimbulkan konflik, tetapi mereka yang valuenya saling melengkapi, akan membentuk kemitraan strategis yang bisa bertahan lebih lama.

Ketika kita memulai bisnis, seringkali kita membangun dengan rekan yang cukup dekat. Kesalahan terbesar di dalam bermitra ini adalah mencari rekan yang memiliki value yang serupa, sehingga di dalam perjalanan bisnis kita merasa bahwa kontribusi tidak seimbang di antara rekan kerja dan pada akhirnya, hubungan kerja ini tidak langgeng. Jika kita punya kekuatan pada pengembangan produk, cari mitra yang punya akses ke pasar. Jika kita punya akses ke pasar, cari mereka yang punya kemampuan menyediakan dana, dst. Prinsipnya, cari mitra yang melengkapi apa yang tidak kita miliki.

Di beberapa industri value ini dihasilkan terus menerus oleh waktu dan tenaga, misalnya pada bidang-bidang seperti arsitektur, lawyer, dokter, advertising, event organizer. Mereka yang memberikan kontribusi waktu dan tenaga pada akhirnya akan merasa bahwa mereka tidaklah terlalu bergantung kepada penyandang dana, sehingga hubungan mereka juga sulit untuk langgeng. Bagi investor, pola pikirnya adalah bagaimana value kontribusi waktu dan tenaga diubah valuenya ke organisasi, brand dan trust, contohnya pada industri real estate di mana broker tetap tergantung kepada brand dan database. Ketika hal ini terjadi, maka value yang tidak sustainable dari kontribusi waktu dan tenaga menjadi value yang sustainable seperti organisasi, brand dan trust.


Market Adoption

Salah satu tantangan terberat ketika membuat produk dan layanan adalah mendapatkan market adoption. Banyak produk dan layanan superior yang ternyata tidak disambut pasar secara masal. Mp3 player menjadi device para geeks sebelum Apple memperkenalkan iPod. Kejeniusan Steve Jobs bukanlah menemukan teknologi, tetapi kemampuannya membuat pasar mengadopsi perangkat konsumernya.

Ini dilakukan dengan cara menawarkan ekosistem produk dan layanan yang mudah. Tidak sekedar perangkat musik iPod yang ditawarkan, tetapi juga distribusi melalui iTunes. Kemudahan desain iPod membuat pelanggan tertarik menggunakan pertama kalinya (attraction factor), tetapi kemudahan distribusi musik digital inilah yang membuat pelanggan mengkonsumsi terus menerus (stickiness factor). Mereka yang menguasai pasar bukanlah mereka yang memiliki produk, tetapi mereka yang menguasai jalur distribusi.

Market adoption adalah salah satu value yang paling penting agar produk bisa diterima konsumen secara masal.


Build and Capture Value

Value bisa dibentuk dengan cara membangun secara bertahap. Cara organik ini bagus tetapi memakan waktu lama. Cara lain adalah kita bisa berkolaborasi untuk mengcapture value dari mitra. Ambil contoh, misalnya kita ingin mempromosikan batik Indonesia untuk berkiprah di dunia, kita bisa saja meng-hire perusahaan kelas dunia seperti Louis Vuitton untuk membuat tas batik atau desainer sekelas Oscar de La Renta untuk merancang baju yang dipromosikan di acara Oprah Winfrey misalnya. Dengan cara ini, ekuitas brand yang demikian besar dari LV, Oscar dan Oprah dengan cepat akan kita ambil.

Jika kita memiliki produk dan konten, bagaimana kita mendapatkan value distribusi dari mitra kita? Benefit dan value apa yang mereka harapkan sehingga mereka mau mendistribusikan barang kita?

Jika kita memiliki akses ke pasar, bagaimana kita bermitra dengan mereka yang memiliki produk terbaik?

Dengan selalu mempertanyakan apa yang kita miliki dan apa yang kita butuhkan, kita memiliki pemahaman untuk bermitra strategis dengan mereka yang memiliki value berbeda.