Tuesday, November 17, 2009

One Village One Product: Seksi karena Sentuhan Trend





OVOP-One Village One Product, merupakan salah satu langkah menuju klasterisasi industri di sektor industri kecil menengah (IKM) bertujuan mengangkat produk-produk unggulan daerah agar dapat berkembang dan masuk ke pasar lebih luas. Dengan fokus pada satu produk unggulan daerah dan padat karya, OVOP juga akan menyerap banyak tenaga kerja lokal. Mengutip istilah Dirjen IKM Depperin Fauzi Azis, inilah momentum revitalisasi pedesaan.

Departemen Perindustrian merealisasikan Gerakan OVOP mulai tahun 2008 berkolaborasi dengan banyak departemen lainnya. Usulan daerah yang ingin mengembangkan OVOP dilakukan secara bottom up yang kemudian dilakukan seleksi dengan kriteria keunikan khas budaya dan originalitas, mutu dan tampilan produk, potensi pasar yang terbuka di dalam dan di luar negeri, kontinuitas dan konsistensi produksi yang didukung sumber daya lokal.

Gerakan OVOP, dicetuskan Morihiko Hiramatsu saat menjabat Gubernur Prefektur Oita, Pulau Kyushu. Gerakan OVOP dari Morihiko, ditujukan mengembangkan produk yang diterima global dengan tetap memberikan keistimewaan pada invensi nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan kemandirian masyarakat. Dari sisi dampak pariwisata, kawasan Oita menjadi magnet bagi 10 juta wisatawan yang berkunjung per tahun.

Kini, Gerakan OVOP telah diadopsi di berbagai belahan dunia seperti One Factory One Product di China untuk Kerajinan kayu, One Barangay One Product [Philipina], Satu Kampung Satu Produk Movement [Malaysia], One Tambon One Product Movement [Thailand] untuk pengembangan hasil laut, One Village One Product a Day [USA], One Village One Product [Malawi] dengan produk utama jamur.

Konsultan brand dan desainer produk Irvan A. Noe’man menjadi motor yang memperkenalkan semangat baru OVOP. Dengan sentuhan trend warna, tekstur dan material yang menjadi trend masa depan, produk lokal ini menjadi relevan dengan tampilan kontemporer tanpa menghilangkan cita rasa lokal. Ini adalah yang disebut sebagai proses decoding. Para kreator produk diajak untuk memahami trend, untuk kemudian mentransformasi desain produk dengan mengombinasikan sentuhan trend baru ini.

Setelah produk ini menjadi seksi, langkah berikutnya adalah menciptakan demand yang diciptakan melalui eksposur. Ecommerce menjadi solusi agar produk-produk Indonesia ini tampil tidak hanya sebagai objek budaya dan barang apresiasi saja. Model yang ingin saya ciptakan adalah mengangkat cerita dari kreator ini bagaimana kekayaan intelektual kita ini menjalani proses kreatif, mulai dari ide, produksi hingga finishing dan bisa muncul di Internet.

The story of the creators and the products that truly makes them beautiful!



No comments:

Post a Comment