Gak terasa ini sudah ke-6 kalinya kami dari TeknoJurnal mengikuti #StartupLokal Meetup, dan ini sudah meetup ke-7 yang diselenggarakan. Kali ini meetupnya diselenggarakan di Mega Plaza, Rasuna Said, Jakarta dan disponsori oleh AHA dan Nokia (seperti yang sudah diketahui sebelumnya Nokia telah bersedia untuk mendanai #StartupLojal meetup untuk 1 tahun ke depan).
Tema yang diusung di meetup ini adalah Re-Educate…. hmmm…. tema kali ini agak susah dicerna menurut saya secara sekilas, mungkin maksudnya me-”re-educate” para startup dalam mengembangkan startup mereka. Well… lupakan tentang temanya, meetup kali ini bisa dibilang adalah salah satu meetup favorit saya karena topik-topik yang dibicarakan sangat menarik.
Acara dibuka oleh Rakhmat Junaidi dari AHA, direktur dari PT. Bakrie Telecom.
Selanjutnya acara diisi oleh Lingga Wardhana dari TechnoPreneur. Lingga juga adalah pembuat buku dengan judul sama yang sama: TechnoPreneur. Lingga memaparkan bawa negara maju selain dilihat dari faktor faktor ekonomis juga dilihat dari jumlah pengusahanya. Tingkat kelulusan juga menambah tingkat penggangguran kalau semua lulusan mencari kerja dan tidak ada yang menjadi pembuka lapangan pekerjaan. Ia juga membahas tentang pardigma baru di dunia akademik. Harusnya ada mentoring entrepreneur di silabus akademik. Dan juga, dengan bekerja itu juga adalah sudah merupakan mentoring yang bagus untuk mengetahui sistematis sebuah perusahaan. Jadi walaupun punya idealisme jadi seorang entrepreneur ada baiknya menimba pengalaman bekerja terlebih dahulu, supaya pandangan tentang sistematis perusahaan bisa diketahui.
Poin poin penting dari bukunya mas Lingga Wardhana mengenai hal apa saja yang sebaiknya dilakukan jika ingin menjadi TechnoPreneur, juga dijabarkan di meet up kali ini. Berikut hasil rangkuman dari tim teknojurnal:
Learn for the expert. Belajar dari yang lebih ahli merupakan poin penting. Jangan terlalu tinggi hati dengan pengetahuan yang kita miliki. Seharusnya proses mentoring untuk entrepreneur dijadikan sebuah mata kuliah di kalangan para mahasiswa, supaya selain baik dari segi teknis para mahasiswa juga baik dari segi entrepreuner.
Amati tiru modif. Tirulah dengan kreatif, kemudian sesuaikan dengan kebutuhan pasar, lalu buat keunikan dari hal yang di tiru tersebut. Jadi tidak harus mulai semua dari nol, dengan belajar dari ahlinya kita bisa mengamati hasil karyanya kemudian bisa kita buat duplikatnya dan kemudian kita modifikasi sesuai kebutuhan pasar. Tidak sedikit para follower yang malahan lebih sukses dari perintisnya. Coba saja kita berkaca pada produk produk Cina. Akan sangat terlihat follower bisa sukses melebihi yang di follow, hehehe..
Encourage yourself for global competition. Bersaing dengan dalam sebuah kompetisi bisa mengajarkan banyak hal mulai dari perencanaan, team work, sampai kedisiplinan. Apalagi jika ditambah memenangkan sebuah kompetisi global. Eksposure pastinya di dapat, sebanding dengan kerja keras. Dan pastinya hal ini bisa menjadi value added yang cukup tinggi.
University as a trigger for technopreneur. Seharusnya kampus kampus , universitas universitas di Indonesia dapat menjadi inkubator technopreneur, karena kalau kita lihat setiap tahun pasti ada penelitian baru. Penelitian tersebut bisa diambil dari proses skripsi, tugas akhir, bahkan tugas harian. Tapi realisasi dari skripsi maupun tugas akhir tersebut masih sangat minim, padahal potensi yang dimiliki sangat besar, apalagi didukung dengan proses mentoring yang tepat. So, bisa dibilang mahasiswa saat ini masih mayoritas ahli membuat visi, bukan ahli menjual visi.
Being valuable for investor. Naikan harga anda di mata para investor, bisa dari segi teknis (kemampuan yang kita miliki), kuantitas produk, kualitas sosial, hingga popularitas yang bermutu sesuai dengan keahlian di bidang masing masing.
Selanjutnya Andi Sjarief dari SITTI menjelaskan tentang SITTI dan bagaimana SITTI bersaing dengan Google dalam bidang iklan digital. Pak Andi juga menjelaskan tentang keunggulan SITTI dibanding Google di bidang iklan digital. Pak Andi membawakan presentasi SITTI dengan unik seperti biasanya sehingga enak untuk didengar dan tidak membosankan.
Setelah presentasi Andi Sjarief, meetup memasuki sesi panelis. Kali ini panelisnya adalah pak Andi S. Boediman dari Mojopia dan Chandra Marsono, serta dimoderatori oleh Bernardus Sumartok. Tadinya Sarah Lacy dari TechCrunch juga akan mengisi sesi panelis kali ini, namun berhubung dia sedang berhalangan maka tidak jadi.
Sesi panelis ini sangat menarik karena mas Chandra dan pak Andi sharing-sharing mengenai pengalaman mereka di dunia startup dan mereka memberikan wejangan-wejangan yang berharga untuk para startup. Beberapa poin menarik dari sesi ini adalah sebagai berikut:
- Pilih dengan bijak apakah ingin mengejar uang atau popularitas, karena memilih untuk mengambil keduanya sekaligus akan berat
- Para pemilik startup harus memikirkan masalah permodalan, jangan asal tabrak dan nekat. Nekat tapi siap itu lebih baik.
- Jangan menjadikan startup sebagai sumber penghasilan utama dan tidak mengerjakan yang lain jika penghasilannya masih kecil atau belum ada
- Startup harus sudah bisa menghasilkan penghasilan sejak hari pertama
- Jangan terlalu fokus untuk mencari pemasukan dari webnya saja. Web hanya sebagai media, pemasukan bisa dari offline juga
- Pemasukan model iklan itu gak gede pendapatannya
- Melayani client besar dengan memberikan servis yang mereka butuhkan lebih sederhana dan berkelanjutan daripada model bisnis berbasis iklan
- Buat: akses ke pasar, faktor daya tarik, eksposur ke media
- BRAND lebih bagus daripada BRAIN
- Indonesia lagi seksi. Mata dunia sedang melihat Indonesia
- Tidak perlu jadi programmer untuk membuat sebuah online startup
- Asosiasikan produk yang dibuat dengan bumbu-bumbu luar negeri. Orang Indonesia lebih tertarik dengan atribut berbahasa Inggris.
No comments:
Post a Comment