Focus on Benefit, not Feature
Setiap kali membuat sebuah produk atau layanan, seringkali kita terbuai untuk membuat fitur yang demikian banyaknya. Benefit apa yang didapat oleh pelanggan agar mereka menggunakan produk atau layanan Anda? Contoh sederhana, seberapa sering Anda mengenali semua fungsi di remote control atau kamera. Produk seperti iPod dan Palm mereduksi fitur sesederhana mungkin agar pelanggan fokus kepada benefit yang ditawarkannya.
Tantangan terbesar ketika membuat produk dan layanan adalah memahami kebutuhan pelanggan dan hanya berfokus kepada fitur yang memberikan benefit. Secara sederhana, kita bisa bertanya kepada orang-orang di sekitar kita untuk menggunakan produk dan layanan yang kita ciptakan. Ketika kita memberikan benefit, produk dan layanan ini memiliki value di mata pelanggan.
Value Proposition
Di dalam berinteraksi, kita memiliki value yang kita tawarkan kepada orang lain. Value bisa hadir dalam berbagai bentuk. Ini beberapa contoh value:
- investment
- skill and knowledge
- relationship and network
- product
- access to market
- media
- attraction factor
- stickiness factor
- market adoption
- intellectual property
Dalam membangun bisnis, kita perlu fokus kepada value mana yang akan dibutuhkan bisnis tersebut untuk bertahan dan menjadi besar. Ambil contoh perusahaan advertising, karena bentuknya servis, maka valuenya terletak kepada kreativitas sumber daya manusia dan hubungan kerja dengan klien. Perusahaan media, valuenya berada di konten dan akses kepada pengiklan. Perusahaan yang memproduksi konten, valuenya terletak pada kemampuan membuat konten secara konsisten dalam jumlah banyak. Perusahaan yang menjual barang, valuenya terletak kepada produk dan distribusi.
Cara paling sederhana untuk memahami value adalah kita berpikir seakan-akan mau menjual perusahaan kita, apakah ada pembeli yang tertarik. Kira-kira jika mereka tertarik, apa yang membuat mereka mau membayar mahal? Ini adalah disiplin untuk kita berfokus pada membangun value yang paling utama.
Ketika kita menghadapi persaingan di mana barang dan pasar menjadi komoditi, perhatikan value apa yang ditawarkan oleh kompetitor. Jika kita mampu memberikan atau mengombinasikan value yang lebih, kita akan mudah memenangkan persaingan tersebut.
Mitra Strategis
Ketika kita bekerja sama, kita perlu tahu value apa yang ditawarkan oleh mitra kita. Mereka yang valuenya serupa akan cenderung menimbulkan konflik, tetapi mereka yang valuenya saling melengkapi, akan membentuk kemitraan strategis yang bisa bertahan lebih lama.
Ketika kita memulai bisnis, seringkali kita membangun dengan rekan yang cukup dekat. Kesalahan terbesar di dalam bermitra ini adalah mencari rekan yang memiliki value yang serupa, sehingga di dalam perjalanan bisnis kita merasa bahwa kontribusi tidak seimbang di antara rekan kerja dan pada akhirnya, hubungan kerja ini tidak langgeng. Jika kita punya kekuatan pada pengembangan produk, cari mitra yang punya akses ke pasar. Jika kita punya akses ke pasar, cari mereka yang punya kemampuan menyediakan dana, dst. Prinsipnya, cari mitra yang melengkapi apa yang tidak kita miliki.
Di beberapa industri value ini dihasilkan terus menerus oleh waktu dan tenaga, misalnya pada bidang-bidang seperti arsitektur, lawyer, dokter, advertising, event organizer. Mereka yang memberikan kontribusi waktu dan tenaga pada akhirnya akan merasa bahwa mereka tidaklah terlalu bergantung kepada penyandang dana, sehingga hubungan mereka juga sulit untuk langgeng. Bagi investor, pola pikirnya adalah bagaimana value kontribusi waktu dan tenaga diubah valuenya ke organisasi, brand dan trust, contohnya pada industri real estate di mana broker tetap tergantung kepada brand dan database. Ketika hal ini terjadi, maka value yang tidak sustainable dari kontribusi waktu dan tenaga menjadi value yang sustainable seperti organisasi, brand dan trust.
Market Adoption
Salah satu tantangan terberat ketika membuat produk dan layanan adalah mendapatkan market adoption. Banyak produk dan layanan superior yang ternyata tidak disambut pasar secara masal. Mp3 player menjadi device para geeks sebelum Apple memperkenalkan iPod. Kejeniusan Steve Jobs bukanlah menemukan teknologi, tetapi kemampuannya membuat pasar mengadopsi perangkat konsumernya.
Ini dilakukan dengan cara menawarkan ekosistem produk dan layanan yang mudah. Tidak sekedar perangkat musik iPod yang ditawarkan, tetapi juga distribusi melalui iTunes. Kemudahan desain iPod membuat pelanggan tertarik menggunakan pertama kalinya (attraction factor), tetapi kemudahan distribusi musik digital inilah yang membuat pelanggan mengkonsumsi terus menerus (stickiness factor). Mereka yang menguasai pasar bukanlah mereka yang memiliki produk, tetapi mereka yang menguasai jalur distribusi.
Market adoption adalah salah satu value yang paling penting agar produk bisa diterima konsumen secara masal.
Build and Capture Value
Value bisa dibentuk dengan cara membangun secara bertahap. Cara organik ini bagus tetapi memakan waktu lama. Cara lain adalah kita bisa berkolaborasi untuk mengcapture value dari mitra. Ambil contoh, misalnya kita ingin mempromosikan batik Indonesia untuk berkiprah di dunia, kita bisa saja meng-hire perusahaan kelas dunia seperti Louis Vuitton untuk membuat tas batik atau desainer sekelas Oscar de La Renta untuk merancang baju yang dipromosikan di acara Oprah Winfrey misalnya. Dengan cara ini, ekuitas brand yang demikian besar dari LV, Oscar dan Oprah dengan cepat akan kita ambil.
Jika kita memiliki produk dan konten, bagaimana kita mendapatkan value distribusi dari mitra kita? Benefit dan value apa yang mereka harapkan sehingga mereka mau mendistribusikan barang kita?
Jika kita memiliki akses ke pasar, bagaimana kita bermitra dengan mereka yang memiliki produk terbaik?
Dengan selalu mempertanyakan apa yang kita miliki dan apa yang kita butuhkan, kita memiliki pemahaman untuk bermitra strategis dengan mereka yang memiliki value berbeda.
Pak Andi,
ReplyDeleteBagaimana caranya kita bisa membangun sebuah produk dan fokus pada benefitnya, tanpa membuat terlalu banyak fitur ?
Sementara kita tahu ada banyak kompetitor, tetapi mereka memiliki fitur yang sama persis, dan kita tahu ada masalah dengan sistem mereka.
Ketika kita berusaha untuk membangun sebuah produk yg memecahkan masalah tersebut dan berusaha supaya tidak mudah ditiru, pada akhirnya justru membangun terlalu byk fitur.
Mohon masukannya Pak Andi.
Terimakasih.
Selalu mulai dengan problem yang mau dipecahkan dulu, bukan ide produk. Dari problem ini maka kita tahu mana hal yang paling penting.
ReplyDeleteKetika kita membangun solusi berupa fitur, kembali kepada problem yang sudah didefinisikan tersebut.
Berhenti mengembangkan fitur ketika produk yang kita buat sudah menjawab problem tersebut.
"Focus on Benefit, not Feature". This sentence has become a sentence that changes a lot of things for our team (Stilomo). We're now always thinking with that sentence in mind when we're trying to develop the product. I agree that lots of people are trapped in creating features and didn't focus on the benefits (I was once in that position) and hopefully with "focus on benefit, not feature" in mind, we will be successfully create a product that's rich in benefits, not only features. Thanks!
ReplyDelete