Tuesday, July 02, 2002

Link & Match

posted at Creative Circle mailing list

Q: Untuk magang aja kita musti pontang panting, kayaknya kita musti ambil contoh Binus, mereka menjalin kerjasama dengan salah satu biro iklan besar dengan cara menangani promosi universitasnya, feed backnya mahasiswa DKV Binus dapat menjalankan program magang di biro iklan tersebut.

A: Model link and match ini kita bisa belajar dari Zoetrope, studio dan sekolah film yang dibuat oleh Francis Ford Coppola untuk menciptakan suatu environment produksi dan belajar. George Lucas juga merencanakan model yang sama akan dibangun di Presidio, San Francisco. Cara kerjanya adalah dengan membuat studio produksi bersebelahan dengan sekolah, theater dan supporting facility. Siswa di kelas lanjutan akan dilibatkan dalam 'real world production', mis membantu sebagai gaffer (tukang lampu), assistant cameraman, assistant director, dll. Di sini siswa punya kesempatan untuk melihat dan terlibat langsung di dalam produksi yang sesungguhnya.

Kemarin saya mencoba untuk menggagas hal yang sama dengan mengundang beberapa klien dan kenalan saya untuk mencoba model ini. Ancol dengan proyek multimedia untuk theme park Dufan. Content yang dibuat oleh pak Johannes Surya dijadikan sebagai storyline. Di sini tujuan dari proyek tersebut adalah memberikan unsur pembelajaran melalui multimedia di kawasan Ancol sebelum seseorang bermain. Untuk pengerjaan proyeknya, saya meminta beberapa pengajar dan lulusan DS sebagai project manager. Siswa-siswa jurusan Multimedia & Web Design yang sedang dalam masa studi saya libatkan di dalam project sebagai multimedia artist. Dengan masa pengerjaan sekitar 4 bulan, proyek ini berjalan cukup lancar. Siswa belajar memahami demand dari klien dan belajar menepati deadline. Pengajar bersikap sebagai profesional yang harus menjembatani kebutuhan klien dan memberikan pemahaman kepada siswa.

Proyek lain yang juga sudah cukup sukses saya coba adalah membantu Fotomedia di dalam proses redesain majalah. Fotomedia ingin melakukan redesain dengan pendekatan baru, di mana majalah tersebut harus mampu mencerminkan majalah untuk para fotografer. Salah satu pengajar yang kebetulan punya latar belakang sebagai Art Director majalah Neo dan Female saya minta untuk menjadi AD untuk proyek tersebut. Siswa jurusan Graphic Design & Motion
Graphic saya bagi menjadi tim-tim kecil dan masing-masing menawarkan alternatif solusi. Hasilnya kita presentasikan kepada manajemen majalah. Mereka cukup puas dan meminta seluruh alternatif tersebut karena ada beberapa solusi yang nantinya akan digabungkan di dalam perwajahan majalah. Untuk detail prosesnya mungkin bisa melihat majalah Fotomedia edisi depan.

Di jurusan Digital Animation (3D Animation & Visual Effects), sekarang kita membuat short film berdurasi sekitar 5 menit yang full 3D. Di sini tiap siswa dibagi-bagi jabatan, ada yang traffic, supervisor, modeller, compositor, animator, dll. Pengajar bertugas sebagai Art Director, Director dan Producer. Tim ini mengembangkan mulai dari cerita, karakter hingga seluruh animasinya. Ini kita lakukan karena kita melihat bahwa industri animasi Indonesia sebenarnya semu, pasarnya hanyalah Post Production yang mungkin hanya membutuhkan max 10 orang/setahun. Kita tidak memiliki industri animasi seperti Korea misalnya, yang punya pasar bermilyar dollar. Bukannya pasarnya nggak ada, tapi investorpun tidak ada yang serius mendanai proyek semacam ini karena belum ada orang/tim yang punya skala dan kemampuan produksi seperti itu.

Yang saya pikirkan sebagai solusi link and match ini adalah benar-benar membuat sekolah sebagai 'living laboratory', di mana kita melibatkan sekolah sebagai environment, pengajar dan siswa senior menjadi project manager dan supervisor. Siswa junior menjadi junior artist yang akan disupervise oleh project manager.

Salah satu acuan yang saya ambil sebagai model adalah keterlibatan di dalam proyek pembuatan teater Neuromancer yang diangkat dari novel William Gibson (pencetus istilah 'cyberspace dan penulis Johny Mnemonic). Teater multimedia ini dibuat selama 3 tahun dan nantinya saat dimainkan di panggung, background merupakan multimedia projection dari 3 proyektor (contoh lokal yang serupa: JokoTingkir.com). Proyek yang diprakarsai oleh Berkeley Contemporary Opera ini melibatkan hampir seluruh sekolah computer graphic di Bay Area (analogi lokal: seJabotabek). Ada sekitar 300 siswa yang terlibat di dalam proyek tersebut dan setiap orang menyumbangkan sekian detik animasi. Project Directornya sendiri membuat storyboard yang luar biasa detailnya (masih saya simpan hingga hari ini) sehingga tiap siswa yang terlibat tahu persis apa yang diharapkan dari proyek tersebut.

Model yang lain saya lihat diterapkan di LimKokWing, sekolah computer graphic di Malaysia. Di sini klien-klien besar diundang untuk mengadakan kompetisi desain untuk memenuhi kebutuhan solusi komunikasi mereka. Jika mereka ke salah satu agency hanya mendapat 2 atau 3 alternatif solusi, dengan memberikan kepada siswa, mereka mendapat mungkin puluhan solusi. Posisi agency dalam hal ini sebagai penilai dan mereka yang nantinya bertugas untuk melakukan finishing terhadap solusi secara mendetail, atau menerapkan gagasan-gagasan liar dari siswa menjadi masuk akal. Siswa yang terpilih solusinya, diajak untuk langsung terjun di dalam proses finishing.

Bentuk kerja sama ini kelihatannya merupakan solusi link & match yang baik dan sudah saya lontarkan ke beberapa kenalan saya. Mereka menyambut cukup antusias. Ambil contoh studio produksi, kenapa tidak memanfaatkan siswa kita sebagai bagian dari proyek yang mungkin tidak bisa mereka tangani sendiri. Problem studio produksi adalah skala proyek sangat besar dan mereka tidak punya resource cukup. Everybody wins, mereka bisa mengerjakan proyek, tim mereka sendiri berfungsi sebagai AD & PM. Setiap siswa punya portfolio 'real world' dan pengalaman dalam produksi. Siswa yang bagus di akhir produksi bisa mereka rekrut sebagai bagian dari tim tetap. Posisi sekolah sebagai katalisator dan 'living laboratory' tercapai. Bahkan dari proyek tersebut, sekolah mendapat dana tambahan untuk menyediakan fasilitas yang lebih komplit.


______________
Andi S. Boediman
Digital Studio

No comments:

Post a Comment