Sunday, June 15, 2008

Energi Kreatif yang Menghidupi Kota

Source: Kompas
Minggu, 2 Maret 2008 | 01:26 WIB

Ninuk Mardiana Pambudy


Dua tenda putih berdiri di sisi kanan dan kiri halaman depan Natural History Museum di Cromwell Road, London, dengan papan bertulisan besar. Orang yang berlalu lalang di trotoar depan museum, termasuk orangtua bersama anak-anaknya yang mengalir ke museum tersebut pada pertengahan Februari lalu, akan menoleh dan bahkan berseru, ”Oh, London Fashion Week!”

Sementara di bangunan utama museum berisi berbagai fosil, termasuk dinosaurus, yang menarik rombongan anak- anak beserta orangtua serta kakek dan nenek mereka, di dua tenda itu berlangsung acara yang berbeda sama sekali.

Dua-duanya menjadi penanda London, dan mode dianggap menjadi penanda kota yang lebih urban. Penanda yang sulit dipegang, tetapi banyak kota di dunia menginginkan status yang sama seperti London sebagai kota mode karena mode identik dengan selalu berubah untuk menghasilkan yang baru, modern, dinamis, dan muda.

London yang dikenal sebagai kota mode sejak abad ke-19, tak putus mengusahakan agar status itu bertahan, bahkan naik pamor. Tetapi, bukannya tanpa masalah.

”Terutama di London, kami punya banyak usaha yang baru mulai berdiri dan ukurannya kecil. Tetapi, ini juga kekuatan London karena mereka memberi sesuatu yang unik,” kata Head of Operation British Fashion Council, Simon Ward.

Di dalam daftar peserta London Fashion Week, dari 57 pergelaran, kira-kira separuh adalah perancang mula. Di dalam industri mode saat ini yang semakin dikuasai merek global berskala besar, bukan perkara mudah menumbuhkan perancang mula.

London dikenal sebagai kota yang melahirkan perancang muda kreatif yang memberi warna pada mode. Charles Frederick Worth (1826-1895) dianggap melahirkan adibusana meskipun kariernya berkembang di Paris. Pada pertengahan dan akhir tahun 1960-an, Mary Quant mengenalkan dan memopulerkan mini dan hotpants.

Vivienne Westwood mengangkat punk menjadi mode mainstream sampai kini. Lalu, pada generasi 1990-an ada antara lain John Galliano dan Alexander McQueen, yang meskipun tidak menggelar karya mereka di London, rancangannya memberi warna pada mode dan menginspirasi perancang muda Inggris.

Industri kreatif

Meskipun demikian, baru belakangan Pemerintah Inggris menyadari mode adalah bentuk industri ”baru” yang patut diperhitungkan sebagai penggerak roda ekonomi, yaitu industri kreatif.

Desain mode dimasukkan ke dalam industri kreatif, bersama industri musik, film dan video, desain, periklanan, arsitektur, pasar barang seni dan antik, seni kriya, perangkat lunak interaktif hiburan, seni pertunjukan, penerbitan, jasa komputer dan perangkat lunak, serta televisi dan radio.

Pemetaan pada tahun 1998 dan 2001 menemukan, industri kreatif di Inggris bernilai 112,5 miliar pound dan mempekerjakan 1,3 juta orang untuk 58,8 juta penduduk Inggris (statistik 2001). Situs Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris menyebut, industri ini menyumbang nyata terhadap ekonomi Inggris, yaitu 7,9 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau 76,6 miliar pound pada tahun 2000 dan tumbuh 9 persen per tahun antara tahun 1997 hingga 2000, sementara ekonomi keseluruhan tumbuh rata-rata 2,8 persen. Sedangkan nilai ekspornya pada tahun 2000 sebesar 8,7 miliar pound, setara dengan 3,3 persen dari nilai total ekspor barang dan jasa.

Khusus mode, nilainya pada tahun yang sama sebesar 3,4 miliar pound (0,4 persen PDB) dengan pertumbuhan 7 persen dan nilai ekspor 400 juta pound.

London terutama, hidup dari energi industri kreatif. Wali Kota London Ken Livingstone dalam sambutannya untuk Kulture2Couture menyebut, industri kreatif adalah industri terbesar kedua di London setelah jasa keuangan dan bisnis dengan sumbangan 21 miliar pound setahun terhadap PDB London.

Lebih dari sekadar ekonomi, sumbangan industri kreatif adalah desain mutakhir, desain mode yang kontemporer dan muda, serta seni modern dan arsitektur yang membuat ibu kota Inggris itu dikenal sebagai kota dengan kreativitas tinggi.

Itu pula yang membuat orang ingin datang ke sana. Kulture2Couture, misalnya, mengambil London sebagai tempat untuk mendorong tumbuhnya kreativitas dan sumbangan perancang Afrika dan Karibia dalam industri mode.

Pada sisi lain, seperti disebut Livingstone, kota itu mampu mempertahankan daya kreatifnya karena terbuka terhadap mereka yang berbakat dari berbagai belahan dunia.

Pada saat banyak kabupaten/kota di Indonesia membuat peraturan daerah yang mengatur ruang pribadi warganya dengan, misalnya, menetapkan mulai dari cara ritual keagamaan, cara berpakaian, sampai membatasi gerak perempuan, London menyambut terbuka keberagaman ekspresi individu.

Seperti disebutkan Livingstone, keberagaman itulah yang menyebabkan kota ini selalu memiliki daya memperbarui diri, kapasitas berinteraksi di pasar global, dan kemampuan berinovasi di bisnis kreatif. Artinya, kemakmuran untuk warganya karena tersedia lapangan kerja dan pasar.

Keputusan politik

Bukan sekadar wacana, keputusan politik Perdana Menteri Tony Blair tahun 1997 setelah pemilu untuk mengembangkan industri kreatif diikuti dengan pembentukan gugus kerja yang mengoordinasi berbagai kementerian terkait. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui situasi sebenarnya, hambatan, bagaimana mengatasi, dan membantu industri kreatif tumbuh. Langkah konkret terutama yang berhubungan dengan akses terhadap pembiayaan, promosi ekspor, pendidikan, dan keterampilan yang dibutuhkan.

Hal itu juga tercermin di dalam London Fashion Week (LFW). Tahun ini, untuk pertama kalinya London Development Agency (LDA) memberi dana kepada British Fashion Council (BFC). Dana itu untuk membantu mengembangkan bisnis perancang pemula dan perancang yang bisnisnya memasuki tahap kedua pengembangan melalui bantuan modal, pelatihan, dan bimbingan dalam produksi, pemasaran, ekspor, dan promosi. Ujung-ujungnya, London dapat mengembangkan posisinya sebagai kota mode yang kreatif dan menyediakan pilihan beragam. Ini akan menarik industri turisme London, terutama menjelang Olimpiade 2012 di kota itu.

LDA juga memiliki skema City Fringe Partnership (CFP), kemitraan untuk mengembangkan industri dan bisnis kreatif di perbatasan bagian utara dan timur Kota London yang dikenal sebagai City Fringe. Kawasan ini dikenal karena kreativitas dan keberagaman kawasan usahanya: perancang, perajin kriya, hingga pengusaha bank.

Melalui skema tiga tahun FashionAble, demikian Sector Development Manager CFP Leigh McDevitt, CFP membantu industri mode yang mempekerjakan 7.000 orang di City Fringe tumbuh subur. Mereka melakukan pemetaan serta berkonsultasi dengan industri mode dan pendukungnya. Inisiatif ini mendapat dana 2 juta pound dari LDA, ditambah dana Uni Eropa.

Selain itu, BFC juga bekerja sama dengan swasta, bisnis ritel mode Topshop, mensponsori perancang mula—rata-rata baru satu tahun memulai produksi sendiri—dalam skema New Generation membuka pameran di The Exhibition. Ini adalah pameran dagang LFW dan diikuti produsen mode, mulai dari pakaian, tas, sepatu, perhiasan, hingga pakaian dalam, termasuk perhiasan berdesain etnik Zoe&Morgan milik kakak beradik Sibbald yang bengkel kerjanya ada di Seminyak, Bali.

Untuk perancang yang memasuki tahap pengembangan bisnis, BFC sejak September 2006 bekerja sama dengan perusahaan investasi Westfield. Skema Fashion Forward ini membantu pergelaran perancang yang telah punya nama melalui program New Generation di LFW.

”Tentu saja ini kesempatan bagus lolos untuk ikut pameran di New Generation. Di sini saya bertemu media dan para pembeli,” kata Hannah Marshall (25).

Marshall mendapat tempat gratis di ruang New Gen dalam The Exhibition. Produk pakaian perempuan bermerek seperti nama si perancang itu baru berumur 12 bulan, tetapi produk Hannah Marshall sudah dijual di butik Tad di Milan dan Roma, Scoop di New York, Soho Soho di Yunani, dan toko internet.

No comments:

Post a Comment